A. Latar Belakang Perkembangan Nasionalisme Di Afrika
Afrika merupakan benua yang gersang dan tandus karena terdapat banyak gurun pasir yang luas. Meskipun demikian, benua afrika memiliki sumber daya alam melimpah. Oleh karena itu, sejak abad 19 bangsa barat berlomba-lomba menanamkan pengaruhnya di afrika. Setelah perang dunia berakhir, gerakan nasionalisme bangsa afrika melawan kolonialisme dan imperialisme bangsa barat mucul di Mesir, Libia, Sudan,dan aljazair.
B. Perkembangan Nasionalisme Di Beberapa Negara Di Afrika
1. Mesir
Sejak dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, negara-negara Barat
terutama Inggris dan Prancis saling berlomba memperebutkan pengaruhnya
di Mesir. Pengaruh kekuasaan Inggris makin kuat mulai tahun 1875, yakni
saat Khedive Ismail (1863–1879) membutuhkan uang sehubungan dengan
krisisnya keuangan Mesir. Khedive Ismail kemudian menjual sebagian besar
saham Mersir pada Terusan Suez kepada Inggris. Di samping itu, Mesir juga meminjam uang dari Inggris dan Prancis. Mesir karena tidak dapat membayar hutang-hutangnya maka Inggris dan Prancis masuk ke Mesir dan memberesi hutang-hutangnya. Dengan demikian, sejak tahun 1876, Inggris dan Prancis telah ikut campur dalam pemerintahan di Mesir. Adanya campur tangan Inggris dan Prancis dalam pemerintahan, khususnya pada saham-saham Terusan Suez menimbulkan kekecewaan yang kemudian muncul perlawanan rakyat.
Kebangkitan nasional Mesir ditandai dengan adanya pemberontakan Arabi Pasha (1881–1882). Mula-mula gerakan ini antiorang asing (Inggris, Prancis dan Turki), tetapi akhirnya menjadi gerakan untuk menuntut perubahan sistem pemerintahan. Gerakan Arabi ini timbul karena pengaruh Jamaluddin al Afghani yang ketika itu mengajar di Mesir. Selain itu, kebangkitan Mesir di pengaruhi gerakan wahabi yang menentang penjajahan Turki mampu mempersatukan rakyat Mesir Dengan demikian, secara politik membangkitkan tumbuhnya nasionalisme Mesir , revolusi prancis yang dibawa Napoleon saat menduduki Mesir tahun 1798, gerakan pan arab Arab yang dipelopori oleh Amir Chetib Arslan yang menganjurkan agar bangsa-bangsa Arab bersatu dan memperjuangkan kemerdekaan bangsanya, dan munculnya kelompok intelektual yang berpaham modern . Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Arabi Pasha ini sangat membahayakan kedudukan Inggris dan Prancis di Mesir. Inggris akhirnya bertindak dan berhasil menumpas pemberontakan Arabi Pasha.
Pada tanggal 7 Desember 1907 di laksanakan kongres nasional di bawah pimpinan Mustafa Kamil. Kongres ini bertujuan membangun Mesir secara liberal untuk mencapai kemerdekaan penuh. Meskipun Inggris berusaha menindas gerakan ini, gerakan ini justru menjelma menjadi partai Wafd (utusan) di pimpin Saad Zaghlul Pasha. Ketika Perang Dunia I selesai, Partai Wafd menuntut Mesir sebagai negara merdeka dan ikut serta dalam konferensi perdamaian di Prancis. Inggris menolak, bahkan mengasingkan Zaghlul Pasha ke Malta. Kaum nasionalis Mesir selanjutnya menuntut kemerdekaan penuh. Saad Zaghlul Pasha pun ditangkap dan diasingkan ke Gibraltar.
Inggris yang tidak dapat menekan nasionalis Mesir, terpaksa mengeluarkan pernyataan Unilateral (Unilateral Declaration) pada tanggal 28 Februari
1922. Isi Uniteral Declaration:
a) Inggris mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Mesir.
b) Inggris berhak atas empat masalah pokok,seperti berikut:
c) mempertahakan Terusan Suez;
d) mempergunakan daerah militer untuk operasi militer;
e) mempertahankan Mesir terhadap agresi bangsa lain;
f) melindungi bangsa asing di Mesir dan kepentingannya.
Uniteral Declaration 1922 merupakan saat yang bersejarah bagi Mesir sebab sejak itu dunia internasional menganggap Mesir telah merdeka, meskipun belum penuh. Sebaliknya, di pihak kaum nasionalis Mesir tetap menentangnya sebab Inggris tetap berhak atas 6 masalah pokok tersebut di atas. Itulah sebabnya, kaum nasionalisme Mesir terus berjuang melawan Inggris untuk mencapai kemerdekaan penuh. Hal ini baru terwujud setelah Perang Dunia II berakhir (Oktober 1954)
2. Libia
Libia merupakan negara terbesar keempat di Afrika. Negara ini terletak di wilayah Afrika bagian Utara. Libia terbagi menjadi 3 wilayah terdiri atas Tripolitania, Fezzan, dan Cyrenaica. Sebagai negara yang memiliki letak strategis karena berada di pesisir Laut Tengah, Libia diperebutkan oleh negara-negara kuat. Sejak abad 2-19 berbagai bangsa silih berganti menguasai Libia. Sejak tahun 1912, Libia di kuasai oleh Italia. Tujuan Italia menguasai Libia adalah menguasai Laut Tengah sebagai usaha awal mendirikan kekaisaran Romawi baru di Afrika. Untuk mewujudkan tujuan tersebut Italia menggunakan cara kekerasan dan melebur wilayah Libia menjadi bagian dari Italia. Italia juga memindahkan sekira tahun 1800 keluarga dari Italia ke Libia. Akibat kebijakan tersebut penduduk Libia menderita. Semangat nasionalisme bangsa Libia pun bangkit untuk melakukan perlawanan terhadap Italia.
Gerakan nasionalisme Libia dipelopori oleh Raja Idris El-Sanusi. Pada tahun 1916 Raja Idris El-Sanusi memimpin perjuangan rakyat Libia melawan penjajahan Italia. Keberhasilan gerakan nasionalisme yang dipimpinnya tercapai pada tahun 1949. Pada saat itu Idris El-Sanusi mendeklarasikan Libia sebagai negara merdeka dan menetapkan Tripoli sebagai ibukota negara. Libia selanjutnya berubah menjadi negara federal monarki yang dipimpin Idris El-Sanusi sebagai kepala negara. Peristiwa ini terjadi seiring kekalahan Italia pada Perang Dunia II. Idris El-Sanusi juga berperan dalam mempersatukan wilayah Tripolitania, Fezzan, dan Cyrenaica menjadi Libia pada tahun 1949.
Pada tanggal 1 September 1969 pemerintahan monarki Libia di bawah pimpinan Raja Idris El-Sanusi berakhir karena digulingkan oleh kelompok militer pimpinan Muamar Qaddafi. Qaddafi selanjutnya mendeklarasikan berdirinya Great Socialist People’s Libian Arab Jamahiriya. Qaddafi tampil sebagai pimpinan tertinggi dinegara itu hingga tahun 2011.
3. Sudan
Sudan merupakan negara terbesar di Afrika. Sebelum menjadi negara merdeka, Sudan merupakan salah satu negara jajahan Inggris. Sebagai negara yang subur, Sudan menjadi rebutan antara Mesir dan Inggris. Melihat negaranya diperebutkan oleh bangsa asing, Muhammad Ahmad bin Abdullah berusaha membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Sudan. Ia selanjutnya mendirikan gerakan Imam Mahdi untuk menyatukan seluruh umat di Sudan. Bersama para pengikutnya, Muhammad Ahmad bin Abdullah berjuang mengusir bangsa Inggris dan Mesir dari Sudan. Pada tahun 1881 pasukan Muhammad Ahmad bin Abdullah berhasil mengalahkan pasukan musuh. Mereka berhasil merebut sebagian besar Kota Kordofan, Darfur, dan al B ahr al Gazal. Selanjutnya, pada tahun 1884 Sudan berhasil dikuasai oleh gerakan Imam Mahdi. Akan tetapi, setelah Muhammad Ahmad bin Abdullah wafat pada tahun 1885, gerakan Imam Mahdi di Sudan mulai melemah. Kondisi ini di manfaatkan Inggris untuk berkuasa kembali di Sudan.
Sebagai negara bekas jajahan Inggris, Sudah baru memperoleh kemerdekaan penuh pada tanggal 1 Januari 1956. Proses pembangunan pemerintah di Sudan kurang berjalan mulus karena dihiasi upaya kudeta oleh kalangan militer di negeri itu. Ketika Sudan merdeka, Ismail Al-Azhari yang partainya telah memenangi pemilihan umum terpilih menjadi presiden pertama Sudan. Akan tetapi, pemerintahah Azhari tidak berlangsung lam karena militer Sudan yang dipimpin Jenderal Ibrahim Abboud melancarkan kudeta dan menguasai pemerintahan sejak bulan November 1958 sampai Oktober 1964. Selanjutnya, pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan sipil transisi yang dipimpin Perdana Menteri Al-Khatim Al-Khalifah.
Ketika pemilihan umum kedua di selenggarakan pada bulan juni 1965, kondisi partai Umma dan Partai Uni Nasional memimpin pemerintahan. Akan tetapi, militer Sudan di bawah pimpinan Jenderal Jaafar Nimeiri kembali melancarkan kudeta pada tanggal 25 Mei 1969 dan membentuk pemerintahan Republik Demokratik Sudan. Pemerintahan Nimeiri mampu bertahan cukup lama hingga 6 April 1985 ketika Nimeiri dikudeta oleh militer di bawah pimpinan Letjen Abdul Rahman Swar Al-Dahab.
Berbagai gejolak dalam perpolitikan di Sudan tersebut menyebabkan terbengkalainya urusan membangun negara dan menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu, rakyat di sejumlah wilayah, terutama di wilayah selatan melakukan pemberontakan terhadap pemerintah pusat. Akibat pemberontakan tersebut Sudan dilanda perang saudara. Selanjutnya, pada tahun 2011 Sudan terpecah menjadi 2 negara, yaitu Sudan dan Sudan Selatan.
4. Aljazair
Aljazair merupakan negara di Afrika Utara yang sebagian besar wilayahnya dilalui Gurun Sahara. Sejak awal abad 17, Aljazair menjadi wilayah kekuasaan Turki Ottoman. Selanjutnya, saat kekuasaan Turki Ottoman mulai melemah pada abad 19 Aljazair diambil alih oleh Prancis. Selama masa penjajahan Prancis, banyak warga Prancis, Italia, Spanyol, dan Malta pindah ke Aljazair. Mereka memegang peranan penting di sektor ekonomi dan pemerintahan Aljazair. Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan kecemburuan sosial pada penduduk pribumi Aljazair. Nasionalisme bangsa Aljazair pun bangkit. Mereka mulai menuntut status yang sama dengan warga Prancis, termasuk hak suara dalam pemerintahan. Selanjutnya, pada tanggal 1 November 1954 muncul organisasi Front Pembebasan Nasional yang menuntut kemerdekaan penuh bagi Aljazair.
Sejak tahun 1954 para pejuang Front Pembebasan Nasional melancarkan perang gerilya terhadap Prancis. Kelompok pejuang dipimpin oleh Ahmed Ben Bella. Setelah hampir 10 tahun berperang, para pejuang Front Pembebasan Nasional berhasil memaksa Prancis keluar dari Aljazair. Pada tahun 1962 Aljazair berhasil memperoleh pengakuan kedaulatan dari Prancis. Selanjutnya, pada tanggal 25 September 1962 Ferhat Abbas terpilih menjadi presiden Aljazair dan Ahmed Ben Bella sebagai perdana menteri. Indonesia memiliki peranan penting dalam kemerdekaan Aljazair. Pada tahun 1955 Presiden Soekarno mengundang para pemimpin Aljazair untuk mengikuti KTT Asia Afrika di Bandung. Peristiwa ini menjadi tonggak sejarah perjuangan kemerdekaan Aljazair melawan kolonialisasi Prancis. Berkat forum internasional yang di gagas Soekarno, nama Aljazair pertama kali di kenal dunia internasional dan akhirnya memperoleh kemerdekaan pada tahun 1962.