Sejarah Amerika - Sejarah tidak akan terlepas dari tiga dimensi sebagai titik fokus kajiannya yakni manusia (human), waktu (time), dan tempat (space). Dalam pandangan ini berarti sejarah dapat dipahami sebagai sebuah kajian yang berfokus pada perkembangan (secara lambat maupun secara cepat) manusia (masyarakat) dalam suatu wilayah tertentu (lokal, nasional, ataupun regional). Walaupun para sejarawan kadangkala memetakan kajian sejarah berdasarkan pendekatan tema-tema monistik seperti sejarah ekonomi ataupun sejarah agama yang hanya melihat satu aktivitas manusia pada periode waktu tertentu namun secara umum terdapat pula sebuah pemetaan yang menekankan pada aspek spasial seperti sejarah Amerika.
|
Sejarah Amerika |
Mendalami sejarah Amerika bukan hanya dimaksudkan untuk sekedar mengetahui bagaimana perkembangan masyarakat Amerika dalam seluruh aspek kehidupan namun pula harus dicari kebermaknaannya bagi masa kini dan terutama pada masa depan. Lebih lanjut, berbagai peristiwa dan aktivitas yang menjadikan beberapa negara disana dianggap sebagai negara maju seperti Amerika Serikat, kiranya perlu dipelajari apa yang membuat mereka dapat berpikir secara visioner dan lebih maju daripada Indonesia yang padahal memiliki kekayaan sumber daya alam dan manusia yang tidak terbantahkan. Sehingga diharapkan setelah mengaji sejarah Amerika kita dapat menjadi pribadi yang siap dalam menghadapi segala tantangan diri dan bangsa ini. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengantarkan para pembaca dalam mengetahui sejarah Amerika secara singkat terbentang dari peradaban Amerika Kuno (Maya, Inca, dan Aztek) hingga pengaruh Amerika terhadap revolusi Indonesia.
Khalayak umum mengetahui bahwa Christopher Columbus atau Amerigo Vespucci yang telah menemukan benua Amerika dan bahkan ada tafsiran baru bahwa Cheng-Ho pelaut dari China telah datang ke Amerika jauh sebelum mereka datang, namun tanah Amerika yang serang kita kenal ternyata telah berpenghuni sebelum mereka semua datang (Walton, 1938:26). Mereka sering disebut sebagai suku Indian atau Amerinds (Amerika-Indian), sebutan ini berkembang luas karena kesalahsebutan seorang Columbus yang mengira tanah yang diketemukannya tanah India. Mereka diduga oleh banyak ahli datang dari benua yang sudah lama dihuni dan kebanyakan dari para ahli telah menyepakati bahwa mereka semua datang melalui jembatan es (sekarang selat Bering) pada masa glasial antara Siberia (sekarang Rusia) dan Alaska sekitar 2500 SM. Mereka secara bertahap datang dari tanah Siberia (sekarang suku eskimo) seperti bangsa Amurian dan ras Mongolia yang sebenarnya tidak bermaksud untuk tinggal di benua tersebut tetapi naluri mereka untuk bertahan hidup mengantar ke tanah Amerika. Mereka inilah yang disebut sebagai bangsa Amerinds dan
menjadi menyebar keseluruh bagian benua Amerika baik di utara, tengah, dan selatan.
Cara mereka menyebar adalah sedikit demi sedikit dalam kelompok kecil, terutama dalam usaha mereka untuk berjuang mencari makan dan bertahan hidup dalam segala tantangan ekstrim cuaca. Kiranya berbagai tantangan inilah yang merangsang otak dan pikiran manusia untuk berkembang dalam usahanya bagaimana menanggulangi segalan rintangan hidup tersebut. Mereka kemudian memanfaatkan alat-alat dari batu ataupun menemukan berbagai hal seperti api yang berfungsi sebagai penerangan pada aktivitas malam hari ataupun gua untuk tempat berteduh dari panas dan hujan yang dikemudian hari begitu menginspirasi pembangunan rumah. Karakter untuk berkembang dan maju kiranya juga menjadi ciri manusia modern yakni jika kita memliki pengalaman dalam hidup di berbagai tempat dan tingkat mobilisasi tinggi seperti masa berpindah di zaman pra aksara maka dapat dipastikan kita menjadi cakap dalam mengatasi permasalahan hidup dengan berbagai alternatif solusi. Hal ini terjadi karena kita memiliki pengalaman bertemu dengan komunitas yang berbeda budaya dan bahasa serta kita mencoba untuk memahami satu sama lain.
Mereka memiliki peradaban yang maju seperti yang terjadi pada peradaban lembah Sungai Indus, Sungai Kuning, Sungai Nil dan peradaan Mesopotamia, Eufrat dan Tigris (Supriatna, 2008:2). Setidaknya, mereka telah melakukan cara bercocok tanam dimasa itu. Kira-kira 200 tahun silam terdapat beberapa peradaban tua yang maju dan kiranya juga menjadi soko guru dari budaya modern kini yakni peradaban Maya di tengah benua Amerika dan dataran tinggi Yucatan; peradaban Aztec yang berada di dataran tinggi Meksiko, dan peradaban Inca yang berada di Amerika Selatan. Suku Maya dianggap memiliki peradaban yang maju karena tingkat berpikirnya yang komples terutama arsitekturnya seperti Chichen Itza dan sistem matematika yang pernah meramalkan kiamat akan terjadi pada 2012.
Hal ini juga terdapat dalam budaya suku Inca yakni dengan bangunan yang termahsyur yakni Machu Piccu. Sedangkan, peradaban Aztek terbentuk bukan karena pengembangan apa yang dilakukannya namun mereka belajar budaya dari suku lain sehingga mereka dikenal sebagai suku bangsa yang kaya dengan warisan mitologi dan kebudayaan. Aztek dianggap sebagai salah satu dari bebrapa kebudayaan yang disebut secara umum sebagai nahuas mengikuti bahasa mereka. Mereka dianggap oleh suku bangsa lain sebagai bangsa bar-bar, keadaan ini memaksa mereka untuk belajar dari budaya lain. Mereka banyak belajar dari kaum Toltec tua yang memungkinkan mereka untuk menggabungkan beberapa tradisi dengan tradisi mereka sendiri. Satu dari contoh mitos yang ada dalam mitologi Aztek adalah kisah pengorbanan pada dewa matahari.
Peradaban ini kemudian meluntur dengan hadirnya pengaruh dari budaya barat terlebih ekspansi mendalam dari Portugis dan Spanyol disatu sisi dan pertarungan pelebaran pengaruh agama katholik dan protestan di sisi lain. Mereka berlomba-lomba untuk mencari emas hijau (rempah-rempah) serta beragam komoditi yang layak untuk diekspor seperti cengkih. Fenomena yang sama juga dialami dalam proses kolonialisasi di Amerika. Rempah-rempah memiliki daya tarik yang kompleks bukan hanya soal cita rasa ke potongan daging kering dan asin namun juga untuk berbagai tujuan meliputi memanggil Tuhan dan mengusir setan; menyembuhkan penyakit atau mengusir wabah; menghidupkan kembali keinginan yang surut; memperbesar alat kelamin pria; dan benih pemicu vitalitas erotis yang berapi-api (Turner, 2011). Namun ternyata keseluruhan proses kolonialisme dan imperialisme memiliki pola yang sama baik ke Asia, Afrika, maupun Amerika yakni jiwa berpetualang untuk menemukan dunia baru dan dilegitimasi oleh raja untuk kemudian menjadi vasal dari kerajaannya. Dengan kata lain keinginan manusia mencari rempah-rempahlah yang membuat mereka keluar mencari dunia baru dan berniat menguasainya. Walaupun Columbus dianggap sebagai penemu benua Amerika, namun pengubah peta politik di Amerika adalah Hernando Cortes dan Francisco Pizarro.
Hernando Cortes seorang petualang yang lahir di Spanyol ini memulai ekspedisinya pada tahun 1518 hingga ia mendarat pada tahun 1519 di Veracruz. Dia kemudian memulai strategi licik khas kolonialis kuno yakni adu domba. Suku Aztek yang saat itu di pimpin oleh raja Moctezuma II ditaklukan walaupun pada saat yang sama muncul pahlawan rakyat seperti Cuauhtemoc. Dia kemudian mengubah Meksiko menjadi Nueva Espana dan diangkat menjadi gubernur disana tahun 1525. Namun tidak berselang lama pada tahun 1535 Cortes tidak dapat mengelola tanah kekuasaannya dengan baik maka kemudian kerajaan Spanyol memutuskan untuk melanjutkannya dengan tangan pemerintah sendiri yang berlangsung hingga tiga abad terhitung sejak Cortes, 1521-1815 (Mukmin, 1981:18-19).
Sama halnya seperti Cortes, Francisco Pizarro juga memiliki jiwa berpetualang yang mengirimnya pada sebuah ekspedisi ke Peru dimana disana bermukim suku Inca. Dia tersadar saat perlengkapannya habis kemudian memberikan informasi tentang betapa kayanya masyarakat Inca hingga raja terpesona dan memberikan berbagai fasilitas termasuk ekspedisi lanjutan. Pada tahun 1532 dia kemudian mendarat di Peru dan berhadapan dengan raja Inca, Atahualpa yang sedang bertengkar dengan saudaranya Huascar. Dengan tipu muslihat khas Spanyol, Atahualpa berhasil ditawan dan terjadilah pertukaran diantara mereka. Bila rakyat Inca ingin membebaskan rajanya maka mereka harus mengisi ruangan berukuran 17 x 22 kaki dengan emas setinggi 9 kaki. Namun setelah permintaan dipenuhi mereka menghabisi sang raja dan dimulailah kolonialisme di berbagai wilayah di Peru dan beberapa negara Amerika Latin (Mukmin, 1981:20-21).
Pada dasarnya apa yang dilakukan Spanyol dalam menguasai dunia baru tersebut memiliki pola yang sama dengan para penakluk lain seperti Portugal yang juga telah lama melakukan berbagai penjelajahan samudera melalui Vasco da Gama dan Bartholomeuz Diaz. Mereka semua walaupun terjadi perebutan wilayah yang menghasilkan konsensus seperti perjanjian Tordesillas dan perjanjian Zaragoza kemudian berhasil menguasai Amerika terutama Amerika Latin dan proses kolonialisme dan imperialisme menimbulkan hasrat rakyat untuk mencapai kebebasan bernegara memuncak. Rasa ingin merdeka ini tidak terjadi secara serentak namun secara sendiri-sendiri tanpa kordinasi dengan wilayah lain.
Ketidakadilan dan terampasnya kesejahteraan rakyat demi kemakmuran para kolonialis menjadi penyebab pergolakan perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa tersebut. Kiranya Venezuela dan Argentina yang menjadi inspirasi perjuangan kemerdekaan lain di Amerika Latin sedangkan di Amerika tengah diinspirasi oleh perjuangan Meksiko. Proses kolonisasi juga kiranya terjadi di Amerika Utara (USA sekarang) yang dimulai dengan pendirian koloni pertama Inggris oleh Raleigh pada tahun 1585. Setelah 20 tahun berkembang di koloni yang bertempat di North Carolina, Inggris melebarkan sayapnya dan membuat koloni-koloni yang baru seperti Jamestown yang berjumlah 13 koloni. Ketigabelas koloni inilah yang kemudian bersatu dan berjuang untuk mendapatkan identitas bagi generasi depan bahwa mereka telah lepas dari belenggu kolonialisme Inggris. Para pendiri bangsa yang meliputi Thomas Jefferson dan George Washington menyusun sebuah konstitusi yang nantinya akan menimbulkan sebuah kontroversi. Semangat dalam melenyapkan kolonialisme terus membuncah di kalangan para politikus Amerika. Monroe kemudian memiliki semangat yang sama dan mengintrodusir sebuah doktrin pada tahun 1823 bahwa “Amerika Serikat menganggap segala campur tangan pihak luar dalam urusan negara-negara di benua Amerika sebagai (ancaman) bahaya terhadap keamanan dan keselamatannya”. Hal ini nantinya akan menjadi pandangan politik luar negeri dari Amerika Serikat. AS bukanlah sebuah negara tanpa kisah kelam dalam membangun peradabannya.
Negara ini pernah mengalami masalah sosial yang buruk. Dalam usaha untuk mengembangkan wilayah kekuasaan kaum kulit putih, kaum pribumi Indian dikabarkan telah dijadikan korban. Melalui kekuatan militer, pemusnahan, penyingkiran serta pembangunan daerah reservasi, kaum pribumi Indian disingkirkan. Diskriminasi terhadap kaum berwarna merupakan salah satu sebab terjadinya perang saudara antara negara bagian-negara bagian Utara dan Selatan. Walaupun sistem perbudakan telah dihapuskan selepas kekalahan negara-negara bagian Selatan, diskriminasi warna kulit terus merajalela sehingga ke pertengahan abad ke-20. Hal ini jelas setelah perbudakan dihapuskan maka banyak daerah agraris di barat yang terindustrialisasikan dan menuntut berubahnya posisi sosial menuju perburuhan dalam episode industrialisasi. Kebanyakan ahli sejarah dan ahli ekonomi setuju bahwa revolusi industri Amerika dimulai pada awal abad ke-19. Namun ekspansi industri massal pada akhir abad ke-19 lah yang menyebabkan Amerika Serikat menjadi negara industri adikuasa di dunia ini. Industri-industri lama seperti minyak, listrik, baja, dan pabrik-pabrik mobil bermunculan dan menjelma menjadi industri raksasa pada awal abad ke-20. Industrialisasi semakin meluas dari Timur Laut, Tengah, dan Barat. Industri berat menjadi semakin penting dipandang dari segi nilai hasil karena produksinya yang secara besar-besaran dan didominasi oleh perusahaan-perusahaan dari Amerika.
Walaupun mengalami perkembangan yang pesat dan kemakmuran yang besar namun ternyata negara ini telah mengalami beberapa pengalaman pahit seperti Perang Saudara Amerika (1861-1865) dan kejatuhan ekonomi yang buruk sewaktu "Great Depression" (1929-1939) yang bukan saja melanda Amerika malah hampir seluruh dunia. Pengalaman terbaru yang paling menyedihkan ialah serangan 9/11 pada 11 September 2001 di World Trade Center, New York, dan Pentagon di Washington DC, di mana hampir tiga ribu orang terbunuh akibat serangan teroris. Negara ini juga telah terlibat dalam beberapa perang dunia yang besar, dari Perang 1812 menentang Inggris, dan berpakta pula dengan Inggris sewaktu Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Pada era 1960-an Amerika terlibat di dalam Perang Dingin menentang kekuatan besar yang lain yaitu Soviet serta pengaruh komunisme. Dalam usaha membendung penularan komunisme di Asia, AS dalam Perang Korea, Vietnam dan terakhir di Afganistan. Selepas kejatuhan dan perpecahan Soviet, AS bangkit menjadi sebuah kekuatan ekonomi dan militer yang terkuat di dunia. Sewaktu tahun 1990-an, AS menobatkan dirinya sebagai polisi dunia.
Amerika mendapati maraknya industri senjata yang disambut keadaan sosial politik dunia yang semakin memanas yakni kehadiran Perang Dunia I. Mereka menerima banyak pesanan mesiu dari sekutu pada medio 1915 (USIS, 2007:274). Keadaan ini membuat sebuah ironi dimana disatu sisi Amerika sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM dibawah Wodrow Wilson yang menebarkan kedamaian dunia namun juga menyuplai para negara yang berkonflik dengan beragam senjata yang menimbulkan ribuan nyawa melayang dan ikut berperan dalam membantu Inggris untuk mematahkan blokade kapal selam dari Jerman pada episode perang dunia I. Omset penjualan luar negeri begitu meningkat mengakibatkan selain hampir lenyapnya kemiskinan di bumi patung liberty juga bermunculan orang kaya baru di seantero negeri. Scott Fitzgerald dalam novel the Great Gatsby begitu jelas menggambarkan bagaimana potret kehidupan sosial masyarakat New York pada tahun 20-an. Setelah Perang Dunia I bermunculan orang kaya baru yang menunjukkan kelunturan nilai sosial dan moral dalam sinisme, keserakahan, dan pemenuhan hasrat akan kesenangan duniawi. Namun tidak lama berselang tahun 1929 terjadi depresi hebat akibat kesenjangan antara si kaya dan si miskin yang kemudian memunculkan presiden legendaris yang menyelamatkan Amerika dari Krisis, Frank Roosevelt dengan kebijakan New Deal-nya.
Perang dunia II mungkin menjadi perang yang akan dikenang dunia dimana Amerika sangat berperan dalam memborbardir kekuatan Jepang di Asia Timur Raya termasuk melepaskan Indonesia dari pendudukan Jepang. Mereka membom atom kota Hiroshima dan Nagasaki yang akhirnya menyerah tanpa syarat. Tak lupa juga peranan strategi lompat katak dalam perang Eropa juga menjadi titik penting dimana nantinya Amerika tampil sebagai pembebas dunia dari Fasisme. Setelah perang dunia II berakhir, AS dan US tampil sebagai dua negara super power. Mereka berdua bukannya terlibat untuk membuat dunia lebih damai tetapi menjadi dalang dari berbagai kekacauan dunia. Disatu sisi Amerika menyebarkan paham liberalis-demokrasi dan disisi lain Uni Soviet menyebarkan paham sosialis komunis.
Secara gamblang, Susilo (2009:55) menjelaskan bahwa praktis yang dilakukan oleh AS dalam perang dingin dan mungkin juga apa yang diinginkan oleh Uni Soviet adalah mengubah dunia menurut konsep Amerika bukan hanya nilai-nilai Amerika ataupun perluasan Ekonomi Amerika bahkan juga penyebaran senjata buatan Amerika dalam kerangka tata dunia baru yang dikehendaki Amerika. Kerangka yang dimaksud adalah kredo politik bernama demokrasi dan Indonesia mungkin menjadi korban ekspor ideologi Amerika tersebut. Dalam paham demokrasi inilah kemudian Amerika berusaha menggulingkan semua sistem yang berbeda dengan yang mereka yakini termasuk komunisme dan mungkin Islam kini. Dalam era kontemporer kini kita tentunya melihat bagaimana Amerika terlihat seperti dunia yang berwarna-warni tempat dimana hampir seluruh bahasa, suku, bangsa, dan ras berkumpul menjadi satu untuk kemajuan Amerika yang disebut sebagai melting plot bukan hanya berasal dari Inggris atau masyarakat Eropa namun juga dari Afrika yang dulu menjadi budak belian dalam tradisi agraris. Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan Sowell (1989) bahwa masyarakat Amerika adalah cerminan pluralisme yang nyata karena mereka berasal dari berbagai etnis yang berbeda yang tentunya juga memiliki perbedaan suku, ras, agama, dan golongan. Lebih lanjut, Luedtke (1994) mengungkapkan bahwa karakter masyarakat Amerika terbentuk bukan secara tiba-tiba tetapi lebih pada perkembangan dari waktu ke waktu sejak para kolonialis datang ke benua baru tersebut terutama pengaruh Inggris atau White Anglo-Saxon Protestant. Mereka yang mendapat tekanan politik, sosial, ekonomi, dan budaya memilih untuk mencoba keluar dari hal tersebut. Kebebasan yang bertanggung jawab pada kontitusi Amerika adalah sesuatu yang pokok baik secara politik maupun ideologi. Lebih dalam secara filosofi nampaknya mereka terlihat begitu pragmatis dalam bersikap dan berpikir.
Pragmatisme menganggap sesuatu dapat menemui kebenaran jika hasilnya dapat bermanfaat secara praktis. Dengan demikian bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan terhadap setiap individu. Salah satu tokoh yang terkenal dari pragmatisme adalah John Dewey. Pemikirannya bukan hanya dipahami dalam ranah filsafat tetapi yang paling menarik ketika diaplikasikan dalam dunia pendidikan. Dalam pandangannya, ilmu mendidik tidak terlepas dari filsafat. Maksudnya tujuan dari sekolah adalah membangkitkan sikap hidup demokratis dan mengembangkannya. Hal ini harus dikembangkan dengan berpangkal pada pengalaman-pengalaman anak. Harus diakui tidak semua pengalaman bermanfaat namun sekolah hadir untuk mengisi pengalaman yang bermanfaat padanya (Hadiwijono, 1980:135). Tentunya kini pengaruh Amerika begitu mencengkeram Indonesia bukan hanya dalam kehidupan sehari-hari namun juga lebih dalam pada perkembangan ilmu pengetahuan Indonesia yang berkiblat pada Amerika (Samuel, 2010).
Demikianlah Sejarah Amerika yang sempat kami berikan dan jangan lupa juga untuk membaca Sejarah Eropa. Semoga Membantu