Dinasti Qin (Hanzi: 秦朝, hanyu pinyin: Qin Chao) (221 SM - 206 SM) adalah satu dari tiga dinasti yang paling berpengaruh di Tiongkok sepanjang sejarahnya. Dinasti Qin terkenal sebagai dinasti yang pendek umurnya, namun meletakkan dasar-dasar kekaisaran yang kemudian akan diteruskan selama 2000 tahun oleh dinasti-dinasti setelahnya. Dinasti ini juga adalah dinasti pertama yang mempersatukan suku bangsa beragam di Tiongkok ke dalam entitas tunggal nasional Cina.
Karena lemahnya kemiliteran, dinasti ini tidak bertahan lama. Setelah kematian kaisar yang pertama di 210 SM, puteranya digantikan oleh dua penasihat kerajaan sebelumnya, yang mengatur semua masalah administrasi di wilayah dinasti. Keduanya bertengkar, dan menyebabkan kematian keduanya dan kematian dari kaisar kedua Dinasti Qin. Pemberontakan muncul, dan kepemimpinan yang lemah ini dilimpahkan kepada Letnan Chu, yang akhirnya mendirikan Dinasti Han. Meski terjadi keahkiran yang cepat, dinasti ini telah membawa pengaruh besar untuk dinasti-dinasti berikutnya, dan nama China dari Eropa diyakini diambil dari dinasti ini.
Sejarah Awal
Sampai dengan hari ini (2500 BC–2012) sudah berlangsung sekitar 4.500 tahun—paling tidak dimulai dari masa pemerintahan Dinasti Zhou. Masa pemerintahan Dinasti Zhou terbagi menjadi dua periode, yaitu periode pertama yang disebut Zhou Barat atau Western Zhou (1045 BC–771 BC) dan periode kedua disebut Eastern Zhou atau Zhou Timur (770 BC–256 BC). Menurut para sejarawan, masa Zhou Timur ini masih dibagi menjadi masa Spring and Autumn Period (722 BC–476 BC) dan masa Warring States Period (476 BC–221 BC).
Pada waktu itu Dinasti Zhou, yang awalnya berhasil menggulingkan Dinasti Shang, menjalankan sistem pemerintahan secara feudal selain Raja Zhou yang masih berkuasa karena dipercaya sebagai Putra Langit yang mengemban mandat langsung dari Langit untuk menjadi penguasa tunggal. Di samping itu wilayah daratan Negeri China masih terdapat ratusan bagian negara (state) yang masing-masing masih dikuasai atau diperintahkan oleh para bangsawan, adipati, panglima, ataupun penguasa setempat yang setiap tahunnya diwajibkan harus menyerahkan sejumlah upeti kepada Kerajaan Zhou.
Dinasti Qin berawal dari kerajaan Qin yang dikuasai bangsawan bermarga Ying pada masa Dinasti Zhou. Leluhur marga Ying, Bo Yi diceritakan pernah berjasa membantu Yu untuk meredakan banjir. Untuk itu, Kaisar Shun kemudian menganugrahkan marga Ying kepada Bo Yi.
Salah satu keturunan Bo Yi kemudian mengabdi kepada Raja Xiao dari Dinasti Zhou. Berjasa untuk memelihara kuda kerajaan, Raja Xiao lalu memberikan wilayah di Lembah Qin (sekarang di sekitar Tianshui, Gansu) untuk keturunan Bo Yi tadi. Dari sinilah kerajaan Qin bermula.
Tahun 770 SM, Xiang dari Qin berjasa di dalam mengawal Raja Ping dari Dinasti Zhou dan mendapat gelar bangsawan. Kerajaan Qin terbentuk dan kemudian menguasai wilayah Dinasti Zhou di sekitar Shaanxi. Masa ini disebut sebagai Zaman Negara-negara Berperang karena puluhan negara besar-kecil saling bermusuhan dan kerap berperang untuk merebut wilayah dan pengaruh kekuasaan. Tahun 221 SM, Raja Yingzheng (yang kemudian dikenal sebagai Qín Shǐ Huáng atau Qin Shihuang) dari Qin melakukan agresi militer terhadap kerajaan lainnya di Dinasti Zhou dan mempersatukan Cina di bawah satu pemerintahan terpusat.
Adipati Mu dari Negara Qin pada masa Spring and Autumn Period berhasil menjadikan Negara Qin sebagai salah satu dari The Five Hegemons. Kesuksesan sang Adipati ini tentu saja tidak terlepas dari peranan para cendekiawan seperti Baili Xi, Jian Shu, Pi Bao, dan Gong Sun yang telah banyak menyumbangkan pikiran mereka. Adipati Mu sangat menghargai mereka yang memiliki bakat tanpa mempertimbangkan asal–usulnya. Inilah yang kelak juga disarankan oleh Baili You kepada Adipati Xiao untuk mengundang para cendekiawan dari berbagai negara bagian lainnya untuk melakukan serangkaian pembaruan dalam Negara Qin—salah satu cendekiawan yang bergabung adalah Wei Yang atau lebih dikenal dengan nama Shang Yang.
Shang Yang |
Bicara soal Wei Yang tidak bisa terlepas dari pembahasan serangkaian kebijakan serta peraturan-peraturan yang dikemasnya dalam sebuah nama Reformasi. Jauh-jauh hari sebelum perhitungan tahun Masehi dimulai, Wei Yang sudah paham benar akan pentingnya sebuah tatanan hukum yang kukuh untuk dijadikan landasan dalam pengaturan sebuah pemerintahan. Menurutnya, hukum—selain harus adil—juga harus memiiki kekuatan sehingga setiap orang akan tunduk padanya.
Ketika pada masa pemerintahan Raja Ying Zheng, Li Si juga pernah menulis surat permohonan yang ditujukan kepada Raja supaya tidak mengusir para sarjana dari Negara Qin dikarenakan kelak hal ini akan menjadi sebuah ancaman bagi Negara Qin apabila para sarjana tersebut berbakti serta melayani negara bagian lainnya. Sebenarnya bakat tidak harus dibatasi oleh hal-hal seperti asal-usul, suku, golongan, domisili, dan kewarganegaraan. Yang penting adalah kontribusi yang bisa disumbangkan untuk Kerajaan; seperti ungkapan dari Deng Xiaoping, mantan Perdana Menteri China, ”Tidak peduli kucing dengan warna bulu hitam maupun warna bulu putih, asalkan bisa menangkap tikus, maka itulah kucing bagus.”
Ying Zheng |
Kalau berbicara tentang silsilah keluarga para penguasa Qin (tepatnya 22 generasi terhitung dari Adipati Mu), cita-cita dari para leluhur keluarga Ying ini berhasil diwujudkan oleh Raja Ying Zheng yang kemudian berhasil mempersatukan kembali seluruh wilayah Negeri China lalu mendirikan dinasti baru yang diberi nama Dinasti Qin sekaligus sebagai tanda berakhirnya masa Warring State Period. Raja Ying Zheng tidak lagi menggunakan kata ”Raja” (王, Wáng) untuk menyebut jati dirinya, melainkan telah menggunakan kata ”Kaisar” (皇帝, Huáng Dì ataupun 皇上, Huáng Shàng.)
Perang Penyatuan China
Di antara ketujuh negara bagian di Zaman Berperangnya Negara-negara Bagian, Negara Zhao adalah yang kedua kekuatannya setelah Qin. Dengan pasukan yang kuat dan banyaknya jendral terkenal, Zhao adalah hambatan utama bagi ambisi Qin untuk mendominasi keseluruh negara. Walaupun sempat dilemahkan akibat pertempuran di Changping, Zhao adalah kekuatan yang takkan pernah berani diremehkan oleh Qin.
Warring States Period |
Ying Zheng (贏政) mewarisi keadipatian saat berumur 10 tahun. Ia lalu mengambil alih kendali pemerintahan Qin dari kendali Perdana Menteri Lu Buwei saat usianya masih berumur 22 tahun pada tahun 236 SM. Dua tahun kemudian, Negara Yan menyerang Zhao; berasumsi bahwa Zhao belum pulih akibat pengaruhnya di Changping. Setelah menghancurkan serangan tersebut, Zhao melancarkan serangan balasan. Pasukannya menerobos masuk hingga ke pusat Yan. Mengetahui bahwa Zhao tidak mempunyai pasukan yang cukup untuk menghadapi serangan dari belakang, Qin habis-habisan menyerang Zhao dengan alasan membela Yan. Demikianlah Qin memetik keuntungan sementara keduanya itu berperang.
Dengan pasukan yang tak tertahankan, pasukan Qin maju terus sampai ke Handan, ibu kota Zhao. Dua tahun kemudian, pertempuran yang menentukan berlangsung di Pingyang, suatu pos strategis di sebelah selatan Handan. Seratus ribu orang dari pasukan Zhao terbunuh. Handan sungguh berada dalam bahaya. Pada saat-saat krisis itu, adipati Zhao memanggil Li Mu, seorang jendral yang telah meraih ketenaran ketika melawan orang Hun disebelah utara untuk melindungi Handan.
Pasukan Li Mu menghajar pasukan penyerbu itu di Feicheng, di sebelah timur Handan. Tahun berikutnya, Qin kembali menyerang Zhao. Pasukan Qin menyerang Handan dari utara dan selatan. Pasukan Li Mu menghadapi langsung pasukan musuh dan mati-matian bertempur di Fanwu, Di sebelah timur laut Handan. Kekalahan besar yang diderita Qin untuk sementara waktu menghambat upayanya untuk mengembangkan wilayah kearah timur.
Pada tahun 230 SM, Qin menyerang Negara Han, sebuah negara bagian yang lebih lemah, dan berhasil menaklukannya dalam waktu satu tahun. Ketika itu, terjadilah gempa bumi dan bencana kelaparan di Zhao. Qin lalu memanfaatkan kesempatan itu untuk berperang melawan Zhao. Pasukan Qin maju lewat dua rute. Pasukan dari Shanxi di sebelah barat menyerang Handan dari belakang. Pasukan lainnya menyeberangi Sungai Kuning dan menyerang Handan dari depan.
Li Mu mengorganisasikan pertahanan yang yang kuat diluar kota Handan. Warga Handan memberikan dukungan kuat kepada pasukannya dengan mengirimkan orang-orang handal. Mereka juga merobohkan rumah-rumah mereka dan menggunakan kayu-kayunya untuk membuat kereta tempur serta senjata. Perlawanan keras yang dilakukan oleh pasukan dengan bantuan rakyat itu menghambat upaya Qin itu satu tahun lagi. Persediaan menipis; pasukan Qin tidak bisa maju ataupun mundur.
Sementara Qin kesulitan mengambil langkah berikutnya, seorang ahli strategi bernama Wei Liao mengusulkan cara untuk kemenangan dengan siasat. Seorang agen yang diutus oleh Li Si (orang kepercayaan Ying Zheng yang diangkat menjadi menteri kehakiman) menyeinap ke dalam Zhao dan menyuap Guo Kai (seorang penjilat dari negara Zhao) dengan sejumlah besar uang. Tujuannya adalah untuk menghasut adipati Zhao bahwa Li Mu sedang merencanakan pemberontakan untuk merebut keadipatian.
Karena terhasut, adipati Zhao menyuruh Guo Kai untuk memberi perintah pada Li Mu bahwa ia akan dicopot dari jabatan militernya. Li . Mu akan digantikan oleh Zhao Cong. Tapi Li Mu bersikeras tidak mau melepas jabatannya, sehingga membuat Guo Kai marah. Ia mengutus Chao Cong untuk menyerang tenda sang komandan dan membunuh Li Mu. Ketika komandan Qin mendengar tentang kematian Li Mu, ia langsung melancarkan serangan dan menyapu bersih pasukan Zhao dalam waktu tiga bulan. Pada tahun 228 SM, pasukan Qin merebut Handan. Adipati Zhao ditangkap dan berakhirlah keberadaan Zhao setelah 800 tahun. Pasukan Qin terus maju setelah menaklukan Zhao. Mereka sampai ke tepi Sungai Yi dan mengancam negara bagian Yan.
Sang pewaris tahta Yan, yaitu pangeran Dan, pernah dijadikan sandera di Qin dan diperlakukan dengan buruk oleh Ying Zheng. Tak tahan dengan perlakuan yang buruk itu, pangeran Dan melarikan diri ke negara bagian asalnya, sementara Qin dan Zhao sedang berperang. Pangeran Dan juga bertekad akan membalas perbuatan Ying Zheng suatu saat nanti. Melihat pasukan bersenjata Qin mendekati perbatasan negara bagiannya, pangeran Dan tahu bahwa sudah dekat saatnya untuk adu kekuatan dengan Qin. Dan untuk menyelamatkan negara bagiannya, pangeran Dan berencana membunuh sang adipati Qin dan menimbulkan kekacauan dalam negaranya.
Lewat berbagai hubungan, pangeran Dan mengenal Jing Ke, seorang yang berani dan berwawasan. Pangeran Dan meminta agar Jing Ke mau menjadi duta negara Yan, lalu jika setelah diterima oleh sang adipati Qin, culiklah dia dan paksalah dia untuk mengembalikan tanah yang direbutnya dari negara-negara bagian lainnya. Dan kalau menolak, langsung bunuh saja. Pangeran Dan memperlakukan Jing Ke sebagai tamu terhormat. Pangeran Dan juga memberikan rumah besar dan kereta kuda serta wanita sebanyak yang dikehendaki oleh Jing Ke.
Dan pada akhirnya tiba saatnya bagi Jing Ke untuk berangkat. Sang pangeran sendiri yang mengucapkan selamat jalan kepadanya di tepi Sungai Yi. Setelah sampai di negara Qin, Jing Ke memberi dua hadiah bagi sang adipati dari Qin, yaitu peta Du Kang (sebidang tanah subur kepunyaan Yan dan kepala Dan Wuqi, seorang jendral Qin yang telah menghianati negara bagiannya. Adipati Qin pun sangat senang. Jing Ke diterima dengan sambutan meriah di istana XianYang.
Jing Ke tidak melupakan misinya datang ke Qin, yaitu membunuh Ying Zheng. Pada saat yang tepat, Jing Ke mulai melakukan aksinya. Di dalam istana XianYang, Jing Ke langsung menyergap Ying Zheng. Tapi Ying Zheng tidak tinggal diam. Dengan sigap ia langsung melawan Jing Ke, yang memang pada akhimya Jing Ke tewas di tangan Ying Zheng. Ying Zheng yang pada saat itu sangat marah langsung memerintahkan untuk menyerang negara Yan. Pasukan Qin yang dipimpin oleh jendral Wang Jian dan Wang lien. Mereka hanya membutuhkan waktu satu tahun merehut Jicheng, ibukota Yan. Tepatnya pada tahun 225 SM, negara bagian Yan pun dikusai Qin.
Begitu pun dengan negara-negara bagian lainnya seperti Negara Wei yang berakhir karena tanggul dari Sungai Kuning digali oleh pasukan Qin yang mengakibatkan banjir di ibukota Wei, yaitu Daliang. Negara Chu yang berakhir karena jendral Qin yang mahir dalam strategi, yaitu Wang Jian. Dan negara bagian yang terakhir, yaitu Negara Qi, yang sadar bahwa negara-negara bagian yang lain telah dikalahkan. Mereka pun akhirnya menyerah tanpa berperang melawan Qin pada tahun 221 SM. Dan dalam waktu sepuluh tahun, mulai dari tahun 230 sampai 221 SM, Qin menyapu bersih semua negara bagian lainnya dan menyatukan China.
Pasca Penyatuan China
Ying Zheng setelah mempersatukan Cina kemudian menciptakan gelar Huangdi. Ia merasa ia lebih berjasa daripada Tiga Penguasa dan Lima Kaisar dari China kuno. Huangdi sendiri secara harfiah berarti penguasa dan kaisar tak tertandingi. Ia kemudian digelari sebagai Shi Huangdi, yang bermakna Kaisar Pertama.
Ia kemudian menetapkan beberapa kebijakan pemerintahan yang memusatkan kekuasaan lebih lanjut di tangan kaisar. Kaisar mempunyai kekuasaan absolut, para menteri mempunyai hak untuk memberikan pandangan dan nasihat dalam penetapan kebijakan pemerintahan namun tidak punya hak untuk memutuskan kebijakan. Pemerintahan pusat dijalankan oleh 3 menteri utama dan 9 menteri biasa. Menteri utama terdiri dari perdana menteri dan 2 wakil perdana menteri. Perdana menteri menjalankan pemerintahan, sedangkan 2 wakil perdana menteri masing-masing bertugas sebagai pelaksana militer dan pemeriksa (kontrol pemerintahan).
Ying Zheng a.k.a. Qin Shi Huangdi |
Pada masa ini juga, berbagai aspek kehidupan seperti satuan berat, panjang, unit mata uang, aksara diseragamkan. Bahkan jarak antara sumbu roda kereta kuda disamakan untuk memudahkan pembangunan jalan antar prefektur. Qin Shi huang juga memerintahkan perbaikan dan pembangunan tembok besar yang sebelumnya telah dibangun pada masa Dinasti Zhou untuk menahan serangan dari bangsa Xiongnu di utara.
Qin menjadi sebuah negara besar yang berhasil menyatukan semua wilayah di tanah China, yang beribu kota di XianYang. Sedangkan kepala Negara Qin adalah Ying Zheng (Qin Shi Huang) yang bergelar Huang Ti atau Kaisar. Tiba saatnya bagi Ying Zheng untuk mengatur negaranya. Pada masa pemerintahannya terjadi berbagai bentuk pembaharuan, seperti :
- Penghapusan aturan-aturan feodalisme dengan Unitarisme.
- Penghapusan sistem raja vazal dan digantikan dengan administrator Negara yang langsung bertanggung jawab pada kaisar.
- Pembentukan propinsi baru dan pengangkatan gubernur.
- Memperbaharui dan memberlakukan Undang-Undang yang sama untuk semua wilayah.
- Membakukan sistem ukuran standar dan tulisan.
- Menyamakan satu jenis mata uang dari segi nilai, bentuk, dan berat mata uang.
Meskipun bertangan besi, Shi Huang Ti berjasa besar bagi peradaban China. Shi Huang Ti memerintah Dinasti Qin dengan tangan besi. la menyingkirkan orang-orang yang tidak sepaham dengannya. la pun melarang buku-buku dalam rangka melenyapkan kritik dan meneguhkan kepatuhan kepada kaisar. Sifat tangan besi itu juga tampak dalam banyak pembangunan, antara lain :
1. Pembangunan pertahanan yang menghubungkan benteng-beneng yang dibangun oleh keenam bekas negara bagian. Itulah yang kemudian menjadi Tembok Besar China, yang terbentang di sepanjang perbatasan China bagian utara dengan total panjang lebih dari 2500 kilometer. Temboknya dirancang untuk mencegah bangsa-bangsa minoritas di sebelah utara menyerbu dan untuk melindungi produksi pertanian di China Utara.
2. Pembangunan istana baru di taman Shanglin yang dinamakan istana E Pang. Total 700 ribu pekerja bekerja selama 10 tahun untuk membangun istana ini. Istana ini masih juga belum rampung ketika Dinasti Qin digulingkan. Konon di istana yang luar biasa besar dan megah ini mengakomodasi banyak sekali perhiasan serta wanita cantik.
3. Pembangunan makam Qin Shi Huang di gunung Li Shan yang membutuhkan lebih dari satu juta pekerja selama 40 tahun dan menelan korban jiwa ratusan ribu orang. Di istana bawah tanah yang besar itu diisi patung-patung yang terbuat dari tanah liat yang dibuat menyerupai pejabat istana dan pahlawan yang berbaris membentuk formasi. Patung-patung ini pula dikenal luas dunia dengan sebutan Terracotta Warrior atau 兵馬俑 (Pinyin : Bīng mǎ yǒng). Di Indonesia, patung ini disebut patung prajurit Terakota.
Ribuan patung pejabat, pahlawan dan kuda yang berukuran sebenarnya itu dikuburkan bersama sang kaisar untuk menjadi pasukan di dunia lain, karena ia berkeinginan untuk menjadi penguasa yang perkasa bahkan setelah ia wafat pun. Patung – patung Terracotta itu juga dipersenjatai dengan senjata sungguhan, yang sebagiannya masih tajam setelah dikuburkan lebih dari 2000 tahun. Mereka mengenakan sepatu-sepatu anti selip dengan paku-paku di alasnya menyerupai sepatu olahraga modern.
Runtuhnya Qin
Sepeninggal Qin Shihuang, Zhao Gao berkomplot bersama Hu Hai dan Li Si memalsukan surat wasiat Qin Shihuang untuk mewariskan tahta kepada Hu Hai serta memerintahkan eksekusi mati atas anak sulungnya, Fu Su. Hu Hai lalu naik tahta dengan gelar Kaisar Qin Kedua.
Hu Hai sendiri adalah seorang kaisar yang lalim dan tidak cakap. Ini menyebabkan ia tak dapat menahan pemberontakan di daerah-daerah. Bulan Juli 209 SM, 2 pejabat kekaisaran, Chen Sheng dan Wu Guang memberontak. Pemberontakan besar-besaran kemudian dipimpin oleh Xiang Yu dan Liu Bang. Setelah Dinasti Qin runtuh, peperangan pecah antara Liu Bang dan Xiang Yu yang kemudian dimenangkan oleh Liu Bang dan mendirikan Dinasti Han yang akan berkuasa selama 400 tahun.
SUMBER
Budaya Tionghoa
Tiongho.Info
id.wikipedia
Google Images