Sejarah Konflik Israel dengan Palestina - Konflik Israel-Palestina bermula dari resolusi PBB yang membagi wilayah Palestina. Wilayah dibagi menjadi tiga bagian yaitu wilayah Arab-Palestina, wilayah Israel, dan Yerussalem yang dikelola dunia internasional. Pembagian tersebut tidak disetujui oleh mayoritas penduduk Palestina karena wilayah Israel pembagiannya lebih luas dibandingkan wilayah Palestina.
|
Sejarah Konflik Israel dengan Palestina |
Israel mendeklarasikan diri sebagai sebuah negara pada 14 Mei 1948 setelah resolusi PBB, rakyat Palestina tidak menyetujuinya dan terjadilah konflik yang berkepanjangan diantara keduanya. Konflik ini pun melibatkan negara Arab lainnya karena penduduk Palestina merupakan suku yang berasal dari Arab. Perhatian dunia internasional tertuju pada konflik kedua negara ini, hal tersebut disebabkan karena banyaknya korban yang berjatuhan dari konflik Israel-Palestina. Nuansa politik dan agama pun dominan diperlihatkan dalam konflik ini.
Konflik Israel- Palestina adalah konflik yang menjadi isu internasional, ada beberapa faktor yang menyebabkan konflik ini terjadi baik secara politis dan teologis. Yerussalem misalnya, kota tiga iman ini menjadi salah satu wilayah yang vital baik bagi Israel yang beragama Yahudi, Palestina yang mayoritas beragama Islam dan bagi pemeluk Kristiani.
Harapan kedamaian bagi kedua negara ini tampaknya masih jauh dalam pandangan, betapa tidak setelah enam puluhan tahun lebih konflik, titik terang perdamaian masih jauh. Bahkan beberapa saat yang lalu, pemberitaan Agresi Militer Israel ke Jalur Gaza sangat mengiris hati karena banyaknya jumlah korban, hingga ribuan penduduk Palestina. Penyelesaian konflik harus segera diupayakan, negara adidaya Amerika Serikat harus memperhatikan kondisi dan melihat dari segi kemanusiaan bukan hanya secara politis semata. Bagaimana kondisi terkini di Gaza dan apa yang melatarbelakangi agresi terhadap Gaza dilakukan akan dijelaskan kemudian.
Palestina Selayang Pandang
Konflik Israel- Palestina merupakan konflik yang berlangsung begitu lama, enam puluhan tahun konflik ini bergulir belum menemui titik terang. Kadangkala konflik terjadi karena adanya ingatan kultural yaitu pemikiran yang diturunkan pada generasi ke generasi dan terus menerus direproduksi disebabkan ketegangan di masa lampau yang tidak terselesaikan.
Bagi bangsa Yahudi, tanah merupakan hal yang cukup krusial. Sejarah panjang mereka yang terusir dua kali dari tanah Palestina pada masa kekaisaran Romawi dan Babilonia membuat mereka harus berdiaspora hingga muncul suatu gerakan ideologis nasionalis yaitu Zionisme.
Menurut Leonard C. Efapras (2012: 5) Zionisme adalah “Kombinasi yang dihidupi dari berbagai aspirasi termasuk diantaranya bangkitnya nasionalisme di Eropa dan dunia Arab,...” namun menelisik lebih dalam Zionisme adalah penolakan/ negasi terhadap kehidupan diaspora (shelilat ha-galut). Secara ringkas Zionisme menolak kehidupan diaspora Yahudi yang sudah berumur berabad-abad itu, yang diwarnai dengan penganiayaan, pengusiran, migrasi, dan asimilasi. Bagi Zionisme dampak dari diaspora membentuk Yahudi yang berwatak budak, impoten, tergantung pada belas kasihan orang lain, pengecut, licik, lemah, dan berjiwa dangkal.”
Sejarah penindasan yang dialami Yahudi- Israel membuat mereka menginginkan sebuah negara atau yang disebut “Tanah Terjanji” untuk menjadi tempat tinggal mereka. Konflik Israel- Palestina seringkali digambarkan sebagai konflik Yahudi-Islam dan bahkan salah satu Kota Suci Jerussalem pun di klaim oleh Yahudi sebagai wilayah yang dijanjikan Tuhan pada mereka yang selama ini tertindas.
Eko Marhaendy (T. Tahun: 10) mengungkapkan bahwa “Pembagian Jerusalem– menjadi bagian Israel dan bagian Palestina – sulit untuk dilaksanakan karena peta demografi tidak mudah diubah menjadi peta politik. Meskipun peta tersebut telah terbagi sebagai wilayah yang dihuni orang-orang Israel dan wilyah lain yang dihuni orang-orang Palestina, Jerusalem akan semakin sulit dibagi karena ia merupakan simbol tiga agama besar yang letaknya saling berdekatan”.
Ada beberapa faktor yang menguatkan Israel mengklaim wilayah yang semula wilayah Palestina, yaitu sebagai berikut.
• Kitab Perjanjian Lama Bab Genesis 15:18 yang mengatakan: Pada hari ini Tuhan membuat perjanjian dengan Ibrahim melalui firman, ‘Untuk keturunanmu Aku berikan tanah ini, dari Sungai Mesir hingga Sungai Besar Eufrat’
• Deklarasi Balfour pada bulan November 1917 M oleh Arthur James Balfour yang sebelumnya atas kesepakatan Sykes Picot dan pembagian daerah kekuasaan di Timur Tengah dengan Prancis. Dalam deklarasi tersebut dikatakan:
“Pemerintah Inggris menyetujui didirikannya sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina, dan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk melancarkan pencapaian tujuan ini, setelah dipahami secara jelas bahwa tidak akan dilakukan sesuatu yang dapat merugikan hak-hak sipil dan hak-hak keagamaan komunitas non Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak dan status politik yang dinikmati oleh setiap bangsa Yahudi di negara lain” (Bakar, 2008)
• Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947 M yang membagi Palestina menjadi tiga wilayah. Wilayah Palestina, Wilayah Israel dan Jerussalem sebagai zona internasional.
Hingga sekarang ini, konflik masih terus berlanjut. Berikut adalah Kronologi Konflik Israel-Palestina secara singkat.
Tahun | Peristiwa | Deskripsi |
1917 | Deklarasi Balfour | 2 November 1917 Inggris memenangkan Deklarasi Balfour yang dipandang pihak Yahudi dan Arab sebagai janji untuk mendirikan tanah air bagi kaum Yahudi di Palestina. |
1922 | Mandat Palestina |
|
1936-1939
| Revolusi Arab | Pimpinan Amin al Husein yang menyebabkan tidak kurang 5000 warga Arab terbunuh |
1947
| Rencana pembagian wilayah oleh PBB
| 29 November 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui untuk mengakhiri Mandat Britania untuk Palestina dari tanggal 1 Agustus 1948 dengan pemecahan wilayah mandat |
1948
| Deklarasi Negara Israel | Israel diproklamirkan pada tanggal 14 Mei 1948, sehari kemudian langsung diserang oleh tentara dari Libanon, Yordania, Mesir, Irak, dan negara Arab lainnya. Israel berhasil memenangkan peperangan dan merebut + 70% dari luas total wilayah mandat PBB Britania Raya. |
1949
| Persetujuan gencatan senjata
| 3 April 1949, Israel dan Arab sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Israel mendapat kelebihan 50 persen lebih banyak dari yang diputuskan rencana pemisahan PBB |
1956
| Perang Suez
| 29 Oktober 1965, Krisis Suez, sebuah serangan meliter terhadap Mesir dilakukan oleh Britania Raya, Perancis dan Israel. |
1964
| Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) | Berdiri Mei 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) resmi berdiri, tujuannya untuk menghancurkan Israel. |
1967
| • Perang enam hari
• Resolusi Khartoum | • Dikenal dengan perang Arab-Israel 1967, merupakan peperangan antara Israel menghadapi gabungan tiga negara Arab: Mesir, Yordania dan Suriah, yang mendapatkan bantuan aktif dari Irak, Kuwait, Arab Saudi, Sudan dan Aljazair. Perang tersebut berlangsung selama 132 jam 30 menit. • Sebuah pertemuan 8 pemimpin negara Arab pada tanggal 1 September 1967 karena terjadinya perang enam hari. Resolusi ini berlanjut ke perang Yom Kippur tahun 1973. |
1968
| Palestina menuntut pembekuan Israel
| Perjanjian Nasional Palestina dibuat, dan secara resmi Palestina menuntut pembekuan Israel. |
1970
| War of Attrition
| Setelah perang enam hari (5-10 Juni 1967), terjadi insiden serius di Terusan Suez. Tembakan pertama dilepaskan 1 Juli 1967, ketika pasukan Mesir menyerang patroli Israel, dan ini merupakan awal dari perang War of Attrition. |
1973
| Perang Yom Kippur | Dikenal juga dengan Perang Ramadhan pada tanggal 6-26 Oktober 1973 karena bertepatan dengan bulan ramadhan. Perang ini merupakan perang antara pasukan Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah, terjadi pada hari raya Yom Kipur, hari raya yang paling besar dalam tradisi orang-orang Yahudi. |
1978 | Kesepakatan Camp David
| Ditandatangani pada tanggal 17 September 1978 di Gedung Putih yang diselenggarakan untuk perdamaian di Tmur Tengah. Jimmy Carter (Presiden Amerika Serikat) memimpin perundingan rahasia yang berlangsung selama 12 hari antara Presiden Mesir, Anwar Sadat, dan Perdana Menteri Israel, Menachem Begin. |
1982 | Perang Libanon
| Perang antara Israel dan Libanon yang terjadi pada tanggal 6 Juni 1982 ketika angkatan bersenjata Israel menyerang Libanon Selatan. |
1990-1991 | Perang Teluk |
|
1993
| Kesepakatan damai antara Palestina dan Israel
| 13 September 1993, Israel dan PLO sepakat untuk saling mengakui kedaulatan masing-masing. Pertemuan Yaser Arafat dan Israel Yitzhak Rabin berhasil melahirkan kesepakatan OSLO. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semi otonom yang bisa memerintah di kedua wilayah. Arafat mengakui hak negara Israel untuk eksis secara aman dan damai. |
1996
| Kerusuhan terowongan al- Aqsha | Israel sengaja membuka terowongan Masjid al Aqsha untuk memikiat para turis dan membahayakan fondasi mesjid bersejarah, pertempuran berlangsung beberapa hari. |
1997 |
| Israel menarik pasukannya dari Hebron, Tepi Barat |
1998
| Perjanjian Wye River | Oktober 1998, Perjanjian Wye River yang berisi penarikan Israel dan dilepaskannya tahanan politik dan kesediaan Palestina untuk menerapkan butir-butir perjanjian Oslo, termasuk soal penjualan senjata ilegal. |
2000 | KTT Camp David |
|
2002
|
| Israel membangun tembok pertahanan di tepi Barat diiringi rangkaian serangan bunuh diri Palestina |
2002
|
| Israel membangun tembok pertahanan di tepi Barat diiringi rangkaian serangan bunuh diri Palestina |
2004
|
| Mahkamah Internasional menetapkan pembangunan batas pertahanan menyalahi hukum internasional dan Israel harus merobohkannya |
2005
|
| Mahmud Abbas terpilih menjadi Presiden 9 Januari 2005, Mahmud Abbas dari al Fatah terpilih sebagai Presiden Otoritas Palestina menggantikan Yaser Arafat yang wafat pada 11 November 2004
Juni 2005, pertemuan Mahmud Abbas dan Ariel Sharon di Yerusalem. Mahmud Abbas mengulur Jadwal Pemili karena mengkhawatirkan kemenangan diraih pihak Hammas
Agustus 2005, Israel hengkang dari pemukiman Gaza dan empat wilayah pemukiman di Tepi Barat |
2006
| Hamas memenangkan Pemilu
| Januari 2006, Hammas memenangkan kursi Dewan Legislatif, menyudahi dominasi fatah selama 40 tahun |
2008
|
| Januari-Juli, ketegangan meningkat di Gaza. Israel memutus suplai listrik dan gas, Hamas dituding tidak mampu mengendalikan kekerasan November 2008, Hamas batal ikut serta dalam pertemuan univikasi Palestina yang dilaksanakan di Kairo, Mesir. Serangan roket kecil berjatuhan di wilayah Israel. 26 Desember 2008, Agresi Israel ke Jalur Gaza. Israel melancarkan Operasi Oferet Yetsuka, yang dilanjutkan dengan serangan udara ke pusat-pusat operasi Hamas. |
Persengketaan Jalur Gaza
Jalur Gaza adalah sebuah kawasan yang terletak di pantai timur laut tengah, berbatasan dengan Mesir di sebelah barat daya, dan Israel di sebelah timur. Jalur Gaza memliki panjang sekitar 41 kilometer dan lebar antara 6 sampai 12 kilometer. Populasi di Jalur Gaza berjumlah sekitar 1,7 juta jiwa. Mayoritas penduduknya besar dan lahir di Jalur Gaza, selebihnya merupakan pengungsi palestina yang melarikan diri ke Gaza setelah meletusnya perang Arab-Israel tahun 1948. Populasi di Jalur Gaza didominasi oleh Muslim Sunni. Tingkat pertumbuhannya pertahun mencapai angka 3,2% menjadikannya sebagai wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi ke-7 di dunia. Jalur Gaza memperoleh batas-batasnya saat ini pada akhir tahun 1948, yang ditetapkan melalui perjanjian genjatan senjata Israel-Mesir pada tanggal 24 Februari 1949. Pasal V dari perjanjian ini menyatakan bahwa garis demarkasi di Jalur Gaza bukanlah merupakan perbatasan internasional. Jalur Gaza selanjutnya diduduki oleh Mesir.
Pada awalnya Jalur Gaza secara resmi dikelola oleh Pemerintah Palestina yang didirikan oleh Liga Arab pada bulan September 1948, sejak pembubaran pemerintahan Palestina pada tahun 1959 hingga 1967 Jalur Gaza secara langsung dikelola oleh seorang gubernur militer Mesir. Israel merebut dan menduduki Jalur Gaza dalam perang enam hari pada tahun 1967. Berdasarkan persetujuan damai Oslo yang disahkan pada tahun 1993 otoritas Palestina ditetapkan sebagai badan admistratif yang mengelola pusat kependudukan Palestina. Israel mempertahankan kontrolnya terhadap Jalur Gaza di wilayah udara, wilayah perairan, dan lintas perbatasan darat dengan mesir. Israel secara sepihak menarik diri dari Jalur Gaza pada tahun 2005. Jalur Gaza merupakan bagian dari teritori Palestina sejak bulan Juli 2007, setelah pemilihan umum legislatif Palestina 2006 dan setelah pertempuran Gaza Hamas menjadi penguasa de facto di Jalur Gaza yang kemudian membentuk Pemerintahan Hamas di Gaza.
Keputusan PBB mengeluarkan resolusi The UN Partition Plan dan berdirinya negara Israel ditentang oleh negara-negara Arab sehingga mendorong pecahnya perang Arab-Israel (Perang Al-Nakbah) tahun 1948. Israel harus menghadapi serangan Yordania, Irak, Syria, Lebanon, dan Mesir. Perang yang dimenangkan oleh Israel tersebut berakhir melalui serangkaian kesepakatan gencatan senjata Januari – Juli 1949 antara Israel dengan Mesir, Lebanon, Yordania, dan Syria. Pada dasarnya, gencatan senjata tersebut mempertahankan kedudukan teritorial yang dihasilkan melalui perang. Hasilnya adalah Israel menguasai tiga perempat wilayah Palestina, 21% lebih luas daripada Rencana Pembagian yang diajukan oleh PBB tahun 1947. Karena dalam perang Al-Nakhbah, Israel berhasil merebut beberapa wilayah Palestina dari tentara negara-negara Arab. Gencatan senjata pasca perang menyepakati bahwa Tepi Barat dan Jerusalem Timur berada di bawah kontrol Yordania, wilayah Gaza dan sekitarnya di bawah kontrol Mesir, sedangkan sisanya menjadi bagian dari negara baru, Israel. Dari sinilah mulai muncul istilah “Jalur Gaza”, yaitu wilayah Gaza dan sekitarnya yang di dalam naskah gencatan senjata setelah perang Arab-Israel pertama diakui sebagai entitas terpisah di bawah pengawasan Mesir.
Jalur Gaza sempat diduduki oleh Israel ketika Israel menyerang Mesir pada tanggal 2 November 1956 karena nasionalisasi Terusan Suez. Israel menarik pasukannya dari Jalur Gaza pada bulan Maret 1957. Namun kemudian, pecah Perang Enam hari pada tanggal 5-11 Juni 1967. Perang yang disebabkan ketegangan yang masih berkelanjutan antara negara-negara Arab dan Israel ini mengakibatkan Jalur Gaza dikuasai kembali oleh Israel. Setelah mengalahkan Mesir dalam perang ini, Israel tidak hanya menguasai Jalur Gaza, tapi juga Tepi Barat, Jerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan, dan Gurun Sinai. Perang selama enam hari telah mengakibatkan gelombang eksodus kedua penduduk Palestina dari tempat tinggal mereka (eksodus pertama terjadi pada perang Al-Nakhbah, 1948). Tercatat sebanyak 250.000 penduduk Tepi Barat, 70.000 penduduk Jalur Gaza, dan 90.000 penduduk Dataran Tinggi Golan menjadi pengungsi selama perang. Sejak Israel memenangkan perang dan menguasai wilayah yang lebih luas, rakyat Palestina berada di bawah pengawasan militer Israel. Israel mulai menghancurkan rumah-rumah penduduk Palestina, gencar membangun pemukiman bagi orang-orang Yahudi, membangun pos-pos pemeriksaan, dan menjaga ketat pintu-pintu gerbang di Jalur Gaza. Pada 6 Oktober 1973, Mesir dan Syria menyerang Israel (Perang Yom Kippur) dengan tujuan untuk mengambil kembali wilayah yang diokupasi Israel akibat perang 1967.
Tujuan tersebut baru terealisasi pada 17 September 1978 ketika Mesir dan Israel menyepakati perjanjian damai di Camp David. Selain dikembalikannya Semenanjung Sinai di bawah kontrol Mesir, perjanjian Camp David juga memuat rencana pembentukan otoritas pemerintahan sendiri di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pada tahun 1994, Israel menarik diri dari sebagian wilayah Jalur Gaza sebagai konsekuensi dari kesepakatan Oslo 1993 antara Israel dan PA (inti kesepakatan ini adalah Gaza merupakan bagian dari Palestina dan Palestina berhak membentuk pemerintahan sendiri). Sejak itu, Israel dan Palestinian Authority (PA) berbagi kekuasaan di Jalur Gaza. PA melakukan kontrol terhadap sipil sedangkan Israel melakukan pengawasan militer, bertanggung jawab penuh terhadap urusan luar negeri, perbatasan, dan keamanan terutama di sepanjang perbatasan internasional, yaitu dengan Mesir dan Yordania, serta keamanan pemukiman Israel yang ada di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Titik terang masalah Palestina muncul ketika Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, mengajukan Disengagement Plan sejak Desember 2003 dan akhirnya disepakati bersama Mesir, Yordania, dan PA pada pertemuan Sharm e-Sheikh tanggal 8 Februari 2005. Disengagement Planmerupakan kebijakan penarikan mundur dari Jalur Gaza dan Tepi Barat bagian utara, baik militer maupun penduduk Israel, mulai pada tanggal 17 Agustus 2005 dan berakhir pada 12 September 2005. Keputusan tersebut menandai berakhirnya kekuasaan militer Israel atas Jalur Gaza yang sudah berlangsung sejak 1967 yang mengakibatkan 1.700 keluarga Yahudi yang tersebar di 21 pemukiman di Jalur Gaza terpaksa meninggalkan wilayah tersebut. Mengapa Jalur Gaza diperebutkan karena Jalur Gaza cukup strategis wilayahnya.
Perkembangan Jalur Gaza Terkini
Israel melancarkan lebih dari 200 serangan udara atas Jalur Gaza hari Sabtu, selagi tembakan roket militan Hamas terus melumpuhkan Israel selatan. Asap hitam mengepul ke udara setelah pesawat-pesawat tempur Israel menyerang kantor perdana menteri, kantor polisi, dan kediaman komandan militer, serta gudang dan terowongan penyelundupan senjata di Gaza. ( 11/17/2012).
Di kota Jerusalem, Israel dan Hamas melanjutkan saling serang dengan sengit, hari Sabtu, sementara pasukan Israel berkumpul di perbatasan Gaza, bersiap akan kemungkinan serangan darat. Militer Israel melancarkan lebih dari 200 serangan udara terhadap Jalur Gaza yang dikuasai Hamas hari Sabtu, menarget gedung-gedung pemerintah termasuk kantor Perdana Menteri Ismail Haniyeh dan Kabinet Hamas. Haniyeh tidak berada di sana ketika itu. Misil Israel juga menghantam lokasi-lokasi peluncuran roket dan terowongan-terowongan penyelundupan senjata. Juru bicara pemerintah Israel Mark Regev mengatakan, tujuan serangan itu untuk mengakhiri serangan roket ke Israel. “Kami bertindak sekarang untuk menciptakan situasi di mana Hamas mengerti bahwa mereka tidak boleh menyerang warga sipil Israel. Kami ingin menciptakan perdamain dan ketenangan bagi warga di selatan, bagi seluruh rakyat Israel. Saya rasa tujuan itu bisa tercapai,” tegasnya.
Pertahanan misil 'kubah besi' Israel berhasil mencegat roket Hamas yang diarahkan ke kota Tel Aviv, Sabtu (17/11/12). Hamas yang diserang habis-habisan terus berusaha menyerang balik. Suara sirine serangan udara bergema di Israel selatan, ketika orang-orang Palestina menembakkan puluhan roket ke seberang perbatasan Gaza. Suara sirine itu membuat warga Israel berlarian ke tempat-tempat perlindungan , sehingga jalan-jalan menjadi lengang. Khalil al Hayya, seorang pemimpin Hamas di Gaza, mengatakan, Palestina bertindak untuk membela diri dan tidak akan menyerah. Ia mengatakan, “negara Zionis membunuh laki-laki, perempuan, dan anak-anak Palestina. Perang tidak akan berakhir sampai Palestina dan Yerusalem merdeka.’
Operasi udara Israel dimulai Rabu dengan membunuh pemimpin militer Hamas dalam sebuah serangan udara, setelah serangan roket beberapa hari. Setelah itu, serangan udara Israel di Jalur Gaza dan serangan roket Hamas ke Israel semakin gencar. Konflik itu meningkat hari Jumat, ketika Palestina menembakkan roket yang jatuh di dekat Yerusalem untuk pertama kalinya. Beberapa roket juga ditembakkan ke Tel aviv. Kedua kota itu sebelumnya tidak bisa dicapai oleh roket-roket Palestina. Namun, Hamas menyelundupkan roket-roket jarak jauh buatan Iran.
Karena roket-roket yang ditembakkan dari Gaza tidak henti-hentinya, kabinet Isreal mengizinkan militer untuk mengaktifkan 75.000 tentara cadangan. Israel telah menempatkan tank-tank dan berbagai kendaraan lain berlapis baja di perbatasan serta menutup jalan-jalan utama di sekitar Jalur Gaza. Itu mengisyaratkan Israel siap melancarkan serangan darat ke wilayah Palestina.
Pejabat-pejabat Palestina mengatakan sudah 40 orang tewas di Gaza, termasuk militan dan warga sipil, sejak Israel memulai serangan-serangan udaranya beberapa hari lalu. Roket-roket Hamas menewaskan tiga warga sipil Israel. Sekitar 10 warga Israel termasuk sejumlah tentara luka-luka akibat serangan roket hari Sabtu.
Selagi pertempuran hari keempat berkobar, Presiden Amerika Barack Obama terus menekan Mesir, Turki dan negara-negara lain yang mampu mempengaruhi Hamas agar membantu mewujudkan gencatan senjata. Berbicara kepada wartawan yang menyertai Presiden ke Asia Tenggara, Deputi Penasihat Keamanan Nasional Ben Rhodes mengulangi sikap Amerika bahwa Israel berhak mempertahankan diri terhadap serangan roket dari Gaza. Ia mengatakan, presiden telah berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melalui telepon serta Presiden Mesir Mohamad Morsi dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan.
Sabtu malam, menteri-menteri luar negeri Liga Arab di Kairo bertemu dalam sidang darurat guna membahas tanggapan Arab terhadap pertempuran itu. Secara terpisah, Presiden Mesir Morsi menjadi tuan rumah pertemuan hari Sabtu dengan para pemimpin Turki dan Qatar guna mengoordinasikan pengiriman bantuan darurat ke Gaza.
Solusi Konflik di Jalur Gaza
Berdasarkan pemaparan singkat di atas, tampak jelas bahwa kunci penyelesaian konflik Palestina-Israel sesungguhnya terletak pada kedua belah pihak yang bertikai. Penyelesaian konflik Israel Palestina akan sulit tercapai manakala pihak-pihak yang terlibat konflik tidak mentaati kesepakatan yang telah diambil. Pada aspek politik, langkah bijak yang tentunya dapat dilakukan adalah mengidentifikasi berbagai persoalan dari kedua belah pihak untuk mendapatkan kerja sama dengan kepentingan yang sama dari masing-masing kebijakan politik keduanya. Sementara pada aspek teologis, dialog merupakan langkah yang tepat dalam menyelesaikan persoalan keduanya. Selain itu, aspek teologis agaknya tidak terlalu dominan mewarnai konflik, mengingat dalam sejarahnya hubungan teologis tiga agama besar pernah terjalin harmonis tanpa sentuhan “tangan-tangan politik”.
Kesimpulan
Sejarah panjang bangsa Israel-Yahudi membuat mereka mengaharapkan “Tanah Terjanji” yang termaktub dalam al-kitab mereka membuat mereka mencaplok paksa wilayah yang telah secara de facto adalah wilayah Palestina. Hingga turunnya resolusi PBB yang memberikan wilayah Palestina dan dukungan negara adidaya Amerika Serikat menguatkan mereka dan sampai pada satu titik yaitu mendeklarasikan diri sebagai sebuah negara pada 14 Mei 1948.
Jalur gaza sebagai salah satu wilayah Palestina kembali menjadi wilayah Palestina pada tahun 2007 sejak kemenangan pemilu oleh Hamas. Jalur Gaza yang diawasi ketat oleh Israel pernah jatuh ke tangan Mesir dan jatuh kembali ke tangan Israel pada 1967. Jatuh bangun wilayah Gaza yang terletak di Pantai Timur Laut ini menyebabkan Agresi dilakukan oleh Israel tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2005 dan berakhir pada 12 September 2005. Israel menarik mundur militernya setelah Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, mengajukan Disengagement Plan sejak Desember 2003 dan akhirnya disepakati bersama Mesir, Yordania, dan PA pada pertemuan Sharm e-Sheikh tanggal 8 Februari 2005. Disengagement Plan merupakan kebijakan penarikan mundur dari Jalur Gaza dan Tepi Barat bagian utara, baik militer maupun penduduk Israel. Keputusan tersebut menandai berakhirnya kekuasaan militer Israel atas Jalur Gaza yang sudah berlangsung sejak 1967.
Akhirnya, perlu upaya dari kedua belah pihak untuk perdamaian. Tentu tidak terlepas pula dari peran PBB, negara Arab bahkan negara muslim dan negara adidaya Amerika Serikat dalam kelangsungan perdamaian agar tidak lebih banyak lagi korban berjatuhan. Diusahakan tidak membawa hal yang bersifat teologis dan politis tetapi atas namakan humanities untuk menjaga perdamaian dunia.