Sejarah Irak - Republik Irak dengan ibukota Baghdad adalah negara Arab merdeka, yang terletak di ujung timurlaut Teluk Arab. Luas wilayahnya mencapai 437.072 kilometer persegi. Irak berbatasan dengan Turki di sebelah utara, dengan Iran di sebelah timur, dengan Suriah dan Yordania di sebelah barat, dan dengan Arab Saudi dan Kuwait di sebelah selatan. Bisa dibilang, Irak tak punya laut, kecuali sebuah celah sempit di ujung tenggara, dekat Kuwait dan Iran. Dari tempat inilah, ekspor minyak Irak dikapalkan.
|
Sejarah Irak |
Sejarah Irak Kuno
Seribu abad yang lalu, keluarga-keluarga manusia Zaman Palaeolithik berkumpul di dan sekitar dataran rendah Mesopotamia yang subur. Air bersih yang melimpah mengalir dari dataran tinggi Armenia dan Anatolia, lewat Sungai Tigris dan Eufrat. Sumberdaya air ini menyediakan tumbuhan dan ikan, untuk kelompok manusia nelayan dan pemburu, yang hidup berpindah-pindah tersebut. Banjir pada musim semi dan kekeringan pada musim panas, yang silih berganti tiap tahun, dan perubahan aliran Sungai Besar yang terus terjadi, membuat kehidupan didataran rendah itu cukup sulit. Sebagian besar penduduk tinggal di pegunungan dan kaki bukit sekitar delta sungai.
Selama 90.000 tahun, suku-suku manusia awal tersebut memindahkan permukimannya secara musiman, untuk berburu binatang atau mengumpulkan benih, buah-buahan, kacang-kacangan, gandum liar, dan sebagainya. Sisa-sisa dari permukiman itu menunjukkan, adanya pengembangan kebudayaan manusia secara perlahan. Manusia Mesopotamia meninggalkan artifak-artifak di Gua Shanidar sekitar tahun 50.000 SM (sebelum masehi), yang menunjukkan unsur-unsur kehidupan mereka. Mereka meninggalkan bunga-bunga di makam orang mati, sebagai penghormatan yang menyentuh bagi pendahulu manusia modern ini. Selama seribu tahun, kelompok manusia ini mulai mempertukarkan bahan mentah.
Sekitar tahun 10.000 SM, sekelompok manusia di Shanidar dan Karim Shahir telah mengembangkan ternak domba, yang mereka bawa ke pegunungan pada musim semi dan musim gugur, agar bisa memperoleh rumput manis di sana. Berbagai peninggalan dari zaman itu menunjukkan, penanaman tumbuhan pangan, termasuk gandum roti, telah terjadi pada waktu itu. Budidaya taman dan ladang, dan pemeliharaan ternak, menimbulkan perubahan pada kebiasaan hidup mereka. Manusia awal tersebut lalu memilih berdiam di suatu tempat, ketimbang berpindah-pindah mengikuti perilaku binatang yang bermigrasi secara musiman, atau menelusuri keberadaan tanaman pangan.
Pada tahun 6.000 SM, di Zaman Neolithik, desa-desa yang permanen didirikan. Di sana, manusia belajar berkebun, memelihara ternak, membangun rumah, merajut, bahkan menciptakan benda-benda seni, lewat lukisan dan ukiran. Situs-situs purba di Jarmo, Hassouna, Um al-Dabbaghlya, Matara dan Tel al-Suwan, menunjukkan bekas desa-desa paling dini dalam sejarah manusia itu. Daya tarik lembah Bulan Sabit Subur dengan airnya yang melimpah, terbukti mampu memelihara populasi yang lebih besar. Manusia mulai belajar untuk mengendalikan irigasi alamiah, yang dibentuk oleh pinggiran sungai dan arus kecil, dari banjir musiman yang terus berubah dari Sungai Tigris dan Eufrat.
Sumeria, Fajar Peradaban
Orang Sumeria adalah penduduk pertama yang tinggal di wilayah Mesopotamia, yang kini menjadi Irak modern. Wilayah ini dikenal sebagai tempat lahirnya peradaban. Lebih dari 10.000 situs arkeologis di kawasan ini memberi gambaran yang menarik tentang zaman kuno tersebut. Penulisan pertama kali dikenal di sana, yang dilakukan dengan tongkat pada tablet-tablet tanah liat. Organisasi pertanian pada skala besar juga dimulai di Mesopotamia, bersama dengan karya dari perunggu dan besi.
Sampai sekitar 200 tahun lalu, keberadaan Sumeria tidak diketahui. Para akademisi, yang mencari jejak-jejak peradaban kuno Babylon dan Assyiria di Timur Tengah, mengetahui keberadaan Babylon dan Assyria lewat referensi klasik Yunani dan Alkitab. Mereka akhirnya mulai menemukan peradaban awal Sumeria, yang memberi pengaruh pada peradaban kuno, bahkan sampai ke peradaban modern kemudian. Sekarang diketahui bahwa orang Sumeria pertama muncul sekitar 4.800 SM, di tempat yang dinamakan Al-Ubaid. Selama beberapa abad kemudian, mereka mendirikan kota-kota lain, terutama di sepanjang separuh bagian selatan dari sistem sungai Mesopotamia. Orang Sumeria bukanlah penduduk asli Mesopotamia, namun tentang asal-usul mereka masih diperdebatkan oleh para akademisi. Yang diketahui adalah, orang Sumeria sangat berbakat dan imajinatif. Bahasa mereka secara linguistik tidak memiliki kaitan apapun dengan bahasa lain, baik bahasa kuno maupun modern. Bahasa itu dilestarikan dan diketahui sekarang, berkat peninggalan tablet-tablet tanah liat, yang bertatahkan tulisan tesebut. Ini merupakan bentuk tulisan pertama yang dikenal umat manusia.
Untunglah, orang Sumeria adalah penulis yang menghasilkan banyak karya, serta penyimpan dokumen yang cermat dan rinci. Tablet-tablet tanah liat itu secara meluas menggambarkan keberadaan mereka. Dengan ditemukannya sistem penulisan, sebuah kehidupan desa yang sederhana dapat berkembang menjadi sebuah peradaban yang kompleks. Mereka mengembangkan sekolah-sekolah untuk kalangan elite terdidik, dan untuk banyak tenaga penyalin, yang dibutuhkan untuk menyimpan catatan dan menulis surat yang ingin mereka lakukan. Bukan hanya catatan bisnis yang ditulis, tetapi juga angka-angka pertama, kalender, sastra, hukum, metode pertanian, catatan pribadi, peta, lelucon, kutukan, praktik religius, dan ribuan daftar serta inventaris yang menyangkut kepentingan manusia.
Tablet-tablet ini menunjukkan, orang Sumeria mendirikan negara-negara kota yang hebat di Ur dan tempat lain. Mereka menyerap penduduk asli dan memperluas pengaruhnya ke luar Mesopotamia, sampai ke Pantai Laut Tengah, Semenanjung Arab, Mesir dan India. Peradaban mereka adalah peradaban kota, di mana para arsiteknya sudah terbiasa dengan prinsip-prinsip arsitektur yang kita kenal sekarang. Para senimannya memiliki keterampilan tertinggi dan standar kecanggihan. Para pekerja logamnya memiliki pengetahuan metalurgi dan keterampilan teknis, yang hanya biasa ditandingi oleh sangat sedikit orang kuno. Para pedagangnya melakukan perdagangan jarak jauh, yang difasilitasi oleh pengembangan roda dan poros, dan kapal layar. Angkatan bersenjatanya terorganisasi baik dan unggul. Pertaniannya produktif dan makmur. Memang, kemakmuran besar yang diakumulasikan oleh peradaban mereka memungkinkan orang Sumeria untuk hidup relatif mewah, selama 2.000 tahun atau lebih.
Berbagai negara kota, yang merangkum peradaban Sumeria, terus bangkit dan runtuh dalam memberikan pengaruhnya selama dua milenium tersebut. Ur, Lagash, Kish, Eridu, Lar Sa, Babylon, Erech, dan lain-lain –yang masing-masing diperintah oleh seorang raja—selalu berkonflik. Dominasi mereka antara satu dengan yang lain, dan kepada rakyat disekitar mereka, berpindah sama seringnya dengan gejolak arus di sungai-sungai, di sisi mana kota-kota mereka didirikan.
Hammurabi dan Nebuchadnezzar
Sistem pemerintahan di wilayah ini memang sejak dulu termasuk maju. Warga lain yang tinggal di wilayah ini adalah orang Akkadia, Hittite, dan Assyria. Salah satu kota utama di Mesopotamia kuno adalah Babylon, yang terkenal dengan taman gantungnya, yang disebut sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia kuno. Salah satu Raja Mesopotamia kuno adalah Hammurabi, yang dikenal karena menetapkan undang-undang di negerinya dalam bentuk aturan formal. Periode ketika Hamurabi berkuasa (1792 – 1750 SM) sering dipandang sebagai salah satu cahaya peradaban kuno. Koleksi hukum-hukum yang dirumuskan olehnya membentuk sebuah kerangka, bagi hukum untuk memerintah masyarakat, seperti yang kita kenal sekarang. Hukum ini memindahkan penentuan keadilan, dari selera mereka yang berkuasa ke sebuah peraturan terkodifikasi, yang bisa diterapkan kepada seluruh masyarakat.
Kehidupan di Mesopotamia berubah cukup berarti di masa pemerintahan Hammurabi. Bahasa Sumeria merosot dan menjadi kurang digunakan, dan memberi jalan bagi lidah Semitik dari Timur Tengah. Orang Sumeria asli sendiri tampaknya sudah lenyap, karena mereka telah bercampur dengan orang asing. Perubahan yang paling signifikan adalah dalam konsep dan pengetahuan, dengan mana penduduk Mesopotamia memandang dunia. Para pedagang datang ke Babylon dari tempat jauh, seperti Mesir, di mana hari-hari cerah Kerajaan Tengah sudah berakhir. Dari India ke timur, para pedagang membawa kain katun dan mengembangkan karya dari bulu. Dari barat, pulau Kreta memulas karya pot yang indah, sementara wol yang bagus diimpor dari Anatolia. Di Teluk Arab, pulau-pulau Bahrain menjadi sumber mutiara. Ini adalah awal dari apa yang disebut dunia internasional yang sebenarnya, dengan Babylon sebagai pusatnya.
Di dalam peradaban inilah, diperkirakan bapak tiga agama Samawi, Nabi Ibrahim, dilahirkan dan dibesarkan di kota kuno Ur, kira-kira sebelum 1700 SM. Dengan lenyapnya Dinasti Pertama Babylon, periode awal dunia Mesopotamia pun berakhir. Empat ratus tahun kemudian, adalah periode yang masih dalam misteri. Sampai kemudian, sebuah kelompok Indo-Eropa yang disebut orang Cassite trurun dari daerah dataran tinggi baratdaya Asia, dan menaklukkan dataran rendah, serta menjalankan pemerintahan mereka di Babylon dan di Assyria di utara. Dinasti Cassite dengan cepat mengadopsi banyak budaya dan institusi dari dinasti sebelumnya. Namun dinasti ini hanya meninggalkan sedikit catatan, dan bertahan sampai 1150 SM. Pada pertengahan pertama milenium terakhir sebelum Masehi, dua kota Babylon dan Nineveh telah menjulang maju, melebihi kota-kota lain di Mesopotamia. Tak lama sebelum periode ini, Dinasti Cassite digulingkan di Babylon dan digantikan oleh Dinasti Kedua Isin.
Penguasa yang terpenting dari dinasti ini adalah Nebuchadnezzar I. Nineveh adalah ibukota dari negara taklukan bertetangga Mitanni, yang disebut Assyria. Nineveh hampir sama tuanya dengan Babylon, yakni dari milenium ketiga sebelum Masehi. Orang Assyria telah memperluas pengaruhnya dari basis ini selama dua abad atau lebih. Pada 1000 SM, Assyria di bagian lebih utara memulai ekspansi jarak-jauh dari imperiumnya. Ini berlanjut sampai 612 SM, dan meluas ke Suriah, Palestina, mulut Sungai Nil, dan Babylonia. Orang Assyria terkenal bukan hanya karena kemampuan bertempurnya, tetapi juga karena kecintaan mereka pada bangunan, dan organisasi politiknya. Mereka membangun atau membangun-ulang kota-kota besar, seperti Assur, Nineveh, Nimrud, dan Dur Sharrukin. Pada abad keenam sebelum Masehi, Raja Assyria Esarhaddin mewariskan Babylonia ke salah satu anaknya, dan memberikan Assyria dan bagian besar dari imperium itu ke anaknya yang lain, Ashurbanipal. Raja Ashurbanipal inilah yang kemudian membangun sebuah perpustakaan besar di Nineveh, yang mengoleksi sekitar 35.000 tablet tanah liat. Berkat tablet-tablet inilah, masyarakat modern sekarang bisa mengetahui kejayaan Mesopotamia masa silam tersebut. Sayangnya, perang saudara pecah di antara mereka, di mana Ashurbanipal yang menang bersekutu dengan sebuah kelompok Semit, yang disebut orang Chaldea. Orang Chaldea sudah bermukim di Babylon sejak 1000 SM. Pada akhirnya, orang Chaldea (atau Neo-Babylonia) menundukkan kekuasaan Assyria. Mereka merebut Nineveh pada 612 SM di bawah pemimpinnya Nabopolazzar. Akhirnya, Chaldea menghabisi sisa-sisa pasukan musuhnya bersama dengan sekutu Mesirnya, pada 605 SM.
Nebuchadnezzar II, putra Nabopolazzar, naik tahta pada waktu ini. Selama pemerintahannya (605–562 SM), sebuah Babylon baru diciptakan di pinggiran sungai Eufrat. Tembok-tembok yang besar dibangun untuk menjaga kota. Jika orang berjalan melewati gerbang yang besar itu, jalan-jalan masuk ke kota akan membawanya ke prosesi menakjubkan, ke kelompok-kelompok istana dan kuil yang dramatis. Gerbang yang paling terkenal adalah Ishtar, yang membawa orang ke Jalan Suci. Di satu arah, Jalan Suci menjurus ke kuil-kuil dari batu bata besar, termasuk Etemenanki yang terkenal. Kuil ini dibangun untuk menghormati Madruk, dewa Babylon. Ke arah lain, terdapat istana. Di dalam kawasannya, terdapatlah salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia, yakni Taman Gantung. Nebuchadnezzar menikah dengan istri asal Mede untuk merekat aliansi politik. Ia membangun taman itu untuk mengobati rasa kangen-rumah istrinya, yang berasal dari daerah pegunungan dan penuh hutan. Istrinya bosan dengan suasana Babylon yang datar, dan kurang bergunung-gunung.
Nebuchadnezzar mencoba menghidupkan kembali Babylonia seperti kondisi sebelum dirusak oleh orang Cassite dan Assyria. Maka para seniman, tukang, akademisi dan rohaniwan, semua dikerahkan untuk membangun kembali keagungan Babylon. Namun, dengan segala kemegahan itu, Babylon tidak memiliki kekuatan militer untuk bertahan menghadapi musuh-musuh kuat di perbatasan. Tak lama setelah Nebuchadnezzar meninggal, kota itu direbut oleh aliansi suku-suku dari barat pada 539 SM, yang menjadikan Babylon sebagai ibukota imperium mereka. Orang Persia merebut Babylon, dan Irak pun menjadi bagian dari Imperium Achaemenid. Penguasaan ini hanya bertahan sampai 331 SM. Kemudian, imperium ini ditaklukkan oleh Iskandar Agung dari Macedonia pada 324 SM. Sesudah kematian dini Iskandar Agung pada usia 32 tahun, pada 323 SM, imperium ini kemudian dibagi-bagi di antara para jenderalnya. Babylonia dan Assyria jatuh ke tangan Seleucis I, yang berkuasa dari 301 – 281 SM. Di bawah Dinasti Seleucis, pengaruh Helenistik masuk ke negeri ini. Pengaruh ini berlangsung terus di bawah orang Arsacid (atau Parthia), yang berkuasa dari 250 SM sampai 224 sesudah Masehi. Selama periode ini, orang Parthia membangun kota Ctesiphon sebagai ibukotanya. Ctesiphon terletak tak jauh dari Baghdad, yang waktu itu belum dikenal.
Selama dua abad kekuasaannya, orang Parthia terus dikepung oleh Romawi. Kaisar Trajan Optimus menyerbu, dan pada tahun 110, untuk periode yang singkat, sempat menguasai wilayah yang sekarang menjadi Irak modern. Bagaimanapun, kekuasaan Romawi cuma bertahan satu dasawarsa. Wilayah Irak diperebutkan antara Parthia dan Romawi selama 400 tahun. Sampai Parthia kemudian ditaklukkan oleh orang Sassanid (Persia), dan Irak dimasukkan ke dalam Imperium Sassanid pada abad kedua. Selama empat abad kemudian, wilayah itu selalu menjadi bagian dari pergolakan politik dan religius yang kasar.
Masuknya Islamdi Irak dan Kejayaan Baghdad
Pada tahun 637, Irak menerima masuknya Islam. Orang Arab dan kekuatan Islam menyapu, dari dataran rendah dan gurun ke tempat yang dinamai al-Qadisiyyah. Di sinilah, kekuatan Arab menjejaki sisa-sisa Sassanid, mengejar raja mereka sampai sejauh Afganistan, di mana akhirnya ia terbunuh. Hanya dalam waktu empat tahun, orang Sassanid disingkirkan dari panggung sejarah. Masuknya Islam di bawah imperium Arab menghidupkan kembali peradaban besar di Irak. Orang Arab-lah yang pertama kali menyebut negeri ini "Irak". Berbagai khalifah silih berganti memimpin imperium ini, sampai tahun 750, ketika sebuah dinasti berdiri di Irak, yakni kekhalifahan Abbasiyah. Khalifah pertama dari dinasti ini, al-Saffah, memulai kekhalifahannya di Kufa. Ia kemudian memindahkan kekhalifahan ke sebuah kota yang diberi nama baru, Hashimiya, di mana ia wafat pada tahun 754.
Putranya, al-Mansur, tiga tahun sesudah menjadi Khalifah, melakukan sebuah ekspedisi. Ia menyeberangi Sungai Tigris dan menemukan sebuah desa kecil. Ia bertanya pada penduduk setempat, "Apa nama tempat ini?" Mereka menjawab, "Baghdad." "Demi Allah," ujar Khalifah al-Mansur. "Inilah kota yang kata mendiang ayahku harus kubangun, di mana aku harus tinggal, dan di mana para keturunanku sepeninggalku harus tinggal pula. Raja-raja tidak menyadari keberadaannya sebelum dan sesudah Islam, sampai rencana Allah dan perintah-Nya untukku dipenuhi. Demi Allah, aku akan membangunnya. Ini pasti akan menjadi kota yang paling berkembang di dunia, dan tak akan pernah menjadi puing-puing." Pada 758, al-Mansur menetapkan rencana pembangunan kota baru itu. Seratus ribu pekerja–arsitek, insinyur, tukang kayu, buruh, tukang gali, dan ahli-ahli lain—dipanggil. Berdasarkan rencana al-Mansur, mereka membangun kota yang berbentuk bundar, dengan garis tengah hampir 2,4 kilometer. Ditengahnya ada alun-alun besar, yang berisi istana, disertai masjid. Jalan-jalan besar dibangun, dengan lebar lebih dari 8 meter.
Selama berabad-abad, Baghdad menjadi pusat peradaban. Bukan hanya kemakmuran dunia terpusat di sini, tetapi juga sumber intelektualnya. Waktu itu, kejayaan Roma telah ambruk. Roma menjadi kota yang dipenuhi rumput liar, dengan penduduk 50.000 petani, dan jalan-jalannya yang kosong hanya dilalui ternak. London dan Paris hanyalah desa biasa. Constantinople, ibukota Byzantium, hanyalah kota kelas dua. Di satu-satunya imperium lain yang dikenal, Imperium Romawi Suci yang didirikan Charlemagne, bahkan orang terhormatnya sulit menulis namanya sendiri, dan tak ada yang lain. Di bawah dinasti Abbasiyah, setiap orang diharapkan menjadi terdidik. Universitas-universitas besar didirikan di Baghdad dan Nippur. Karya klasik Yunani diterjemahkan ke bahasa Arab, dan kemudian diterjemahkan kembali ke bahassa Latin dan bahasa-bahasa Barat lainnya. Sains dan matematika berkembang. Tipografi angka Arab menjadi diterapkan secara universal, dan itu masih berlangsung sampai sekarang. Karya sastra pun maju pesat, dengan salah satu karya yang sangat terkenal, "Kisah Seribu Satu Malam."
Selama 786 - 809, di bawah kekuasaan Khalifah kelima dan paling terkenal, Harun al-Rashid, Baghdad mencapai puncak kejayaannya. Uang dan kemakmuran mengalir dari berbagai provinsi dan daerah yang tergantung padanya. Jika dibandingkan dengan kondisi sekarang, penghasilan senilai US $ 100.000 per tahun (sekitar Rp 900 juta dengan kurs Februari 2003) bagi kalangan kelas menengah di Baghdad waktu itu dianggap biasa saja. Rumah-rumah didinginkan dengan es, yang dibawa dari pegunungan Zagros. Alat-alat makan dibuat dari perak. Bahan pakaian ada dari semua jenis. Pertanian pun tumbuh subur. Delta sungai Tigris dan Eufrat dikeringkan, dan kanal-kanal baru digali. Tanaman gandum, beras, barley dan kurma melimpah. Dengan tambahan bahan pangan eksotik yang diimpor dari berbagai provinsi, memasak telah berkembang menjadi seni. Karena melek huruf berlaku umum, dan bukan keistimewaan eksklusif dari kalangan elite, standar hidup pun tinggi. Ada 27.000 tempat pemandian umum. Kedokteran dan farmasi adalah spesialisasi Baghdad. Ada 800 dokter, yang mendapat izin praktik.
Perpustakaan-perpustakaan menterjemahkan pengetahuan dari berbagai penjuru dunia ke bahasa Arab. Namun, sebagaimana terjadi pada dinasti-dinasti besar lain, kejayaan ini pelan-pelan surut. Pada abad ke-9 dan ke-10, kerajaan ini mengalami disintegrasi, sampai ke tahap di mana suku-suku keturunan Turki yang nomadik mulai menyusup, dan mengganggu distrik-distrik di pinggiran. Pengaruh kekhalifahan mulai surut, sampai hanya sebatas Baghdad dan wilayah-wilayah sekitarnya yang berdekatan. Periode kekhalifahan Abbasiyah membawa masuk pengaruh Shiah, dan Baghdad tetap di bawah penguasa Shiah, sampai pertengahan abad ke-11. Dinasti Abbasiyah masih bertahan sampai 1258, ketika orang Mongol (Tartar) di bawah Hulagu Khan, cucu Gengis Khan, menyerbu dari timur. Mereka merebut kota dan membantai sampai sejuta orang. Di Baghdad, Hulagu dengan sengaja menghancurkan sisa-sisa dari proyek awal bangunan-bangunan kanal. Kekhalifahan Abbasiyah hancur oleh orang Mongol pada abad ke-13.
Orang Turki kemudian mengusir orang Mongol dari wilayah itu, setelah perang sengit bertahun-tahun. Dalam mendirikan Imperium Utsmaniyah di luar batas-batas Irak, para penakluk meninggalkan tanah yang sepi dan reruntuhan, yang sudah bersih dari sisa-sisa kemakmuran dan kejayaan yang dikumpulkan selama berabad-abad lalu. Daerah Bulan Sabit Subur itu telah merosot menjadi provinsi-provinsi yang tidak menarik, yang tergantung pada belas kasihan gubernur-gubernur Utsmaniyah. Irak terus menjadi bagian dari Imperium Utsmaniyah, dan hanya dengan sedikit perkembangan, sampai berakhirnya abad ke-19. Pada Perang Dunia I, yang pecah pada 1914, Turki bersekutu dengan Jerman dan Austria, dalam konflik global melawan Inggris dan Perancis. Tak lama sebelum itu, gerakan kemerdekaan Arab sebenarnya sudah memperoleh momentum. Para pemimpin Arab di berbagai bagian dunia Arab berjanji membantu Inggris, untuk melakukan revolusi melawan Utsmaniyah Turki. Janji ini muncul setelah Inggris setuju, untuk mengakui kemerdekaan Arab seusai perang nanti.
Revolusi dan Partai Ba'ath
Imperium Utsmaniyah runtuh ketika pasukan Inggris menyerbu Mesopotamia pada 1917 dan menduduki Baghdad. Selama Perang Dunia I (1914-1918), Irak diduduki oleh pasukan Inggris, terutama di provinsi Basra dan Baghdad. Pada akhir perang, Inggris menduduki Mosul. Pada 1920, sebagai bagian dari perjanjian perdamaian seusai Perang Dunia I, negara Sekutu yang menang perang membagi wilayah provinsi-provinsi Arab --bekas Imperium Utsmaniyah-- di antara mereka sendiri. Irak diduduki berdasarkan mandat dari Liga Bangsa-bangsa, dan administrasi pemerintahannya tetap dijalankan oleh Inggris. Liga Bangsa-bangsa sendiri merupakan organisasi internasional, yang dibentuk sesudah Perang Dunia I, berdasarkan ketentuan Perjanjian Versailles. Mandat ini adalah suatu bentuk pemerintahan tidak langsung, di mana para menteri dan pejabat Arab diawasi secara ketat oleh para penasihat Inggris, namun nasihat-nasihat itu harus dijalankan.
Walau wilayah Irak ini pernah disatukan beberapa kali oleh sejumlah kekuatan luar di waktu-waktu lalu, Irak belum pernah menjadi satu negara yang merdeka. Tahun 1920 ini adalah cikal bakal pembentukan negara Irak modern. Tahun 1921, Emir Faisal ibn Hussein dari dinasti Hasyim, Arab, dinobatkan oleh kekuatan Inggris menjadi Raja Irak. Inggris menciptakan basis sosial bagi monarki, dengan memformalkan kepemilikan penuh oleh pemimpin-pemimpin suku yang "layak" terhadap wilayah, yang sebelumnya secara adat adalah milik sukunya. Faisal adalah putra Sharif Hussain dari Makkah. Sedangkan saudaranya, Abdullah, diangkat menjadi Emir untuk wilayah tetangga Transjordan, yang sekarang menjadi kerajaan Yordania. Oleh Inggris, Irak diperkenalkan pada konstitusi dan sistem parlemen dua kamar. Mandat Inggris berakhir tahun 1932, ketika Liga Bangsa-bangsa mengakui Irak sebagai negara merdeka. Namun Inggris masih mempertahankan kehadiran militernya di Irak, dan tetap memiliki pengaruh ekonomi dan politik yang kuat di sana. Inggris juga sudah mengamankan kontrak yang menguntungkan bagi eksplorasi dan eksploitasi minyak, yang diberikan kepada Iraq Petroleum Company, sebuah konglomerat yang menggabungkan kepentingan minyak Inggris, Belanda, Perancis, dan Amerika Serikat.
Pada tahun 1941, sekelompok perwira Irak memimpin gerakan perlawanan yang berusia pendek melawan Inggris. Aksi ini diredam Inggris, yang berujung pada pendudukan Inggris yang kedua kalinya, sampai berakhirnya Perang Dunia II. Pada Maret 1945, Irak menjadi anggota-pendiri Liga Arab, yang termasuk Mesir, Transjordan, Lebanon, Arab Saudi, Suriah dan Yaman. Pada Desember 1945, Irak menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Antara tahun 1941 dan 1958, pemerintahan di Irak dipegang secara bergantian sampai 24 kabinet. Sebagian besar kabinet itu merupakan kombinasi dari individu-individu dan elite yang sama, dan sering diketuai oleh politisi kawakan pro-Inggris, Nuri al-Said. Pada sebagian besar periode ini, partai-partai oposisi yang murni dilarang. Artinya, hanya sedikit peluang bagi pengembangan tradisi demokrasi. Banyak rakyat Irak percaya, kebutuhan yang paling mendesak bagi negeri itu adalah kemerdekaan nasional, yang disusul dengan pembangunan ekonomi dan reformasi sosial. Namun justru hal-hal ini yang ditolak oleh monarki, dan Inggris yang menjadi sponsornya.
Monarki Irak membuat beberapa blunder dalam kebijaksanaan luar negeri, pada 1950-an, yang akhirnya ikut memberi andil bagi kejatuhan monarki. Kesalahan besar dalam kebijaksanaan luar negeri itu terjadi tahun 1955, ketika Nuri al-Said mengumumkan, Irak bergabung dengan Pakta Baghdad yang disponsori Inggris. Pakta Baghdad, yang merupakan pakta pertahanan bersama Turki, Iran dan Pakistan ini merupakan tantangan langsung terhadap Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. Sesudah Perang Dunia II, Irak memang dihadapkan pada pilihan, antara berpihak pada kekuatan Barat atau Uni Soviet. Pakta Baghdad, yang berarti mendukung Barat, membentuk garis pertahanan di selatan perbatasan Uni Soviet. Menanggapi manuver itu, Nasser melakukan kampanye media, yang menantang legitimasi monarki Irak, dan menyerukan kepada korps perwira militer untuk menggulingkan monarki. Serangan gabungan Inggris-Perancis-Israel ke Sinai, Mesir, tahun 1956 semakin mengasingkan rezim Nuri al-Said dari barisan oposisi Irak yang terus tumbuh. Akhirnya, kudeta terjadi pada 14 Juli 1958. Raja Faisal II, Putra Mahkota Irak Abdillah, dan Perdana Menteri Nuri al-Said tewas dalam kudeta tersebut. Kudeta oleh para perwira Brigade ke-19 ini menempatkan Brigadir Abdul al-Karim Kassem sebagai Perdana Menteri, yang berkuasa atas Dewan Kedaulatan yang baru dibentuk. Pertarungankekuasaan kemudian terjadi antara dua tokoh kudeta, Perdana Menteri Kassem dan Deputi Perdana Menteri, mantan Kolonel Abdul as-Salam Muhammad Aref. Deputi Perdana Menteri dipecat, dan pada Maret 1959, Kassem mengumumkan mundurnya Irak dari Pakta Baghdad.
Sebuah kudeta militer pada Februari 1963, menjatuhkan pemerintahan Jenderal Kassem. Kudeta itu muncul dari aliansi antara para perwira militer nasionalis dan Partai Ba'ath (Partai untuk Pencerahan). Basis ideologi partai ini adalah sosialisme, nasionalisme Arab, dan sekularisme. Kolonel Aref menjadi Presiden di pemerintahan yang baru, dan kabinet baru pun dibentuk, dengan Brigadir Ahmad Hasan al-Bakr sebagai PerdanaMenteri. Pada 17 Juli 1968, Jenderal Ahmad Hasan al-Bakr, yang waktu itu menjabat Perdana Menteri, menjadi Presiden melalui suatu kudeta tak berdarah. Kudeta ini menempatkan Partai Ba'ath di kekuasaan. Tanggal 17 Juli ini kemudian dijadikan Hari Kemerdekaan Irak. Presiden saat ini, Saddam Hussein, yang berasal dari Partai Ba'ath, berkuasa di Irak menggantikan al-Bakr pada Juli 1979.
Semoga membantu....!!!!