Sejarah Perjanjian Renville (Adverse Agreements) - Setelah jepang menyerah terhadap sekutu bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 agustus. Namun kabar yang terdengar kemerdekaan Indonesia tidak begitu saja diakui. Belanda datang kembali untuk menduduki Indonesia dengan menumpang kapal inggris, yang seharusnya bertujuan mengakui kemerdekaan Indonesia. Momentum itu lebih kita kenal dengan Agresi Militer Belanda I.
|
Sejarah dan Isi Perjanjian Renville (Adverse Agreements) |
Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Agresi yang merupakan pelanggaran dari Persetujuan Linggajati ini menggunakan kode "Operatie Product". Namun agresi militer itu di tentang oleh dunia internasional melalui dewan keamanan PBB yang di usulkan India, Australia dan Negara-negara Liga Arab. Pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite untuk menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN). KTN beranggotangan Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral.
Perjanjian Renville
Ketiga negara tersebut menyelesaikan masalah Indonesia dengan cara diplomasi. Atas kesepakatan bersama maka diadakan perjanjian renville. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Perjanjian renville ditandatangani pada tanggal 17 Februari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Disaksikan Komisi Tiga Negara, Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
Isi Perjanjian Renville
Apa yang membuat perundingan Renville tampak timpang dan menyesakkan dada? Tak lain adalah isi dari perjanjian tersebut.
1. Penghentian tembak-menembak.
2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi kedaulatan Indonesia diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk.
3. Republik Indonesia Serikat mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam uni Indonesia-Belanda.
4. Republik Indonesia akan menjadi negara bagian dari RIS
5. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.
6. Pasukan republic Indonesia yang berda di derah kantong harus ditarik ke daerah Republik Indonesia. Daerah kantong adalah daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yakni garis yang menghubungkan dua derah terdepan yang diduduki Belanda.
Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia
1. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) melalui masa peralihan. Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda berdaulat penuh atas seluruh wilayah Indonesia
2. Indonesia kehilangan sebagian besar daerah kekuasaannya. Selain itu, Wilayah RI makin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah kekuasaan Belanda
3. Pihak RI harus mengambil pasukannya yang berada di daerah kekuasaan Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah RI
4. Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan pemimpin RI yang mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara ke Belanda
5. Perekonomian Indonesia diblokade oleh Belanda.
Kejadian pra dan pasca Perjanjian Renville
Saya akan menuliskan kembali tentang kronik revolusi Indonesia selama bulan Januari tahun 1948. Sumber dari buku, Kronik revolusi Indonesia: 1948 - Oleh Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil. Semoga bermanfaat.
Pada awal Januari 1948, Bung Tomo ikut menentang Pemerintah Hatta yang dianggapnya lemah menghadapi Belanda. Bung Tomo pun mengadakan rapat-rapat raksasa. Ucapannya yang terkenal waktu itu: “Sekali berontak, tetap berontak!”
· 2 Januari 1948, pihak Belanda di Surabaya membentuk panitia untuk menentukan status Jawa Timur.
· 3 Januari 1948, utusan “daerah-daerah” dan “negara-negara” berkumpul di Jakarta untuk membicarakan kemungkinan membentuk pemerintah interim.
· 6 Januari 1948, para menteri Belanda - L.J.M. Beel, W. Drees, dan J.A. Jonkman meninggalkan Jakarta menuju negeri Belanda.
· 8 Januari 1948, Republik Indonesia (RI) mengundang Perdana Menteri Negara Indonesia Timur (NIT) untuk berkunjung ke Yogyakarta
· 9 Januari 1948, Belanda menyampaikan ultimatum kepada Republik Indonesia agar segera mengosongkan sejumlah daerah yang luas, dan menarik TNI dari daerah-daerah gerilya ke Yogyakarta.
· 11 Januari 1948, Komisi Tiga Negara (KTN) datang di Yogyakarta untuk bertukar pikiran dengan para pemimpin Republik, a.l. tentang kemungkinan menghentikan permusuhan Indonesia-Belanda.
· 13 Januari 1948:
o Perundingan di Kaliurang antara KTN dan Pemerintah Republik Indonesia menghasilkan ‘Notulen Kaliurang’ yang menyatakan bahwa Republik Indonesia tetap memegang kekuasaan atas daerah yang dikuasai padawaktu itu.
o Pada waktu menyerahkan pokok-pokok prinsip, tambahan dari konsepsi dan penjelasan KTN mengenai Notulen Kaliurang, anggota KTN dari Amerika, Dr. Frank Graham, mengatakan: “You re what you are.”
o Delegasi Indonesia terdiri dari a.l. dari Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Perdana Menteri Sutan Sjahrir, dan Jenderal Sudirman.
o Sepulang menghadiri Festival Pemuda dan Pelajar Sedunia, Suripno yang mendapat instruksi dari Presiden Sukarno melakukan perundingan-perundingan di Praha mengenai pengakuan atas Republik Indonesia, a.l. dengan wakil Pemerintah URSS. Tercapai persetujuan, bahwa URSS mengakui RI dan akan membuka hubungan konsuler. Instruksi tersebut bertanggal 25 Desember 1947. (Antara, 13 Agustus 1948)
· 15 Januari 1948, Masyumi menarik menteri-menterinya dari Kabinet Amir Sjarifuddin karena tidak setuju dengan “gencatan dan prinsip-prinsip politik yang diterima oleh Pemerintah Amir.” Mundurnya Masyumi dari Kabinet diikuti dengan demonstrasi pemuda Islam GPII di Yogyakarta, yang menuntut pengunduran Amir Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri, menuntut pembentukan kabinet presidentil, dan menolak Amir menjadi Perdana Menteri.
· 17 Januari 1948, Persetujuan Renville antara Belanda dan Indonesia ditandatangani di atas kapal Amerika “Renville” yang berlabuh di Teluk jakarta. Penanda-tangan dari pihak Indonesia adalah Perdana Menteri AmirSjarifuddin disaksikan oleh H.A. Salim, Dr. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo dan anggota delegasi lainnya. Setelah penandatanganan ini dilakukanperundingan politik yang teratursecara bergiliran di Kaliurang dan jakarta. Waktu itu jenderal S.H. Spoor sudah mendesak kepada pemerintahnya untuk melancarkan aksi militer kedua terhadap Republik. Sekali ini kekuasaan Republik harus dihancurkan secara definitif melalui serangan langsungterhadap Yogyakarta, demikian Spoor dalam notanya. Persetujuan Renville terdiri atas:
- - 10 pasal persetujuan gencatan senjata
- - 12 pasal prinsip politik, dan
- - 6 pasal prinsip tambahan dari KTN
Persetujuan ini lebih merugikan Republik Indonesia dibandingkan dengan persetujuan Linggarjati, dan menempatkan Republik Indonesia pada kedudukan yang bertambah sulit. Wilayah Republik Indonesia makin sempit, dikurung oleh daerah-daerah pendudukan Belanda. Kesulitan ditambah dengan blokade ekonomi yang dilakukan Belanda dengan ketat.Persetujuan menimbulkan reaksi keras di kalangan Republik Indonesia, dan kemudian mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin.
- 19 Januari 1948, Instruksi penghentian tembak menembak dikeluarkan oleh pihak Indonesia maupun Belanda.
- 22 Januari 1948, Republik Indonesia mengakui Negara Indonesia Timur (NIT) sebagai Negara Bagian dari Negara Indonesia Serikat (NIS) yang akan dibentuk nanti.
- 23 Januari 1948, Amir Sjarifuddin menyerahkan mandat kepadaPresiden Sukarno, dan Presiden menugaskan kepadaWakil Presiden Mohammad Hatta untuk membentuk Kabinet.
Negara Madura terbentuk, dengan Wali Negara terpilih R.A.A Tjakraningrat. Negara boneka ini kemudian diresmikan pada tanggal 20 Februari 1948 berdasarkan dekrit Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Dr. H.J. van Mook. Dalam rangkaian peresmian tersebut, Tjakraningrat berpidato dengan hadirnya mantan Gubernur Jawa Timur Van der Plas dan Jenderal Mayor Baay, dan memeriksa barisan kehormatan.
- 24 Januari 1948, Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) dan Sarekat Mahasiswa Indonesia (SMI) berfusi menjadi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI).
- 26 Januari 1948, Front Demokrasi Rakyat (FDR) terbentuk, terdiri dari PKI, Partai Sosialis, PBI, Pesindo, dan SOBSI. Salah seorang pemimpinnya adalah Amir Sjarifuddin.
- 29 Januari 1948, Mohammad Hatta menjadi Perdana Menteri Kabinet ke-VII RI dengan program:
1. menyelenggarakan Persetujuan Renville
2. mempercepat terbentuknya RIS
3. rasionalisasi
4. pembangunan
Untuk program nomor 3,4, dan hal-hal yang menyangkut pemuda dan masyarakat pemuda dibentuk kementerian baru: Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
- 31 Januari 1948, menurut rencana, pada hari ini dilangsungkan Kongres Pemuda ke-III (sesudah Proklamasi) di Yogyakarta, tapi dengan keputusan sidang Presidium Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI) tanggal 17 Desember 1947, Kongres ditunda sampai keadaan memungkinkan.
Dampak politik Perjanjian Renville
Setelah kabinet amir Sjarifuddin menerima persetujuan Renville, kembali parta-partai politik menentangnya. Masyumi yang merupakan pendukung utama kabinet, menaarik kembali menteri-menterinya. Tindakan ini diambil karena masyumi berpendapat bahwa Amir Sjarifuddin menerima begitu saja persetujuan tersebut atas dasar 12 prinsip politik dan 6 tambahan dari KTN. Tindakan Masyumi ini diikuti oleh PNI. Sebagai hasilsidang Dewan partai tanggal 18 januari 1948, PNI menuntut supaya kabinet Amir mengembalikan mandatnya kepada Presiden. PNI menolak persetujuan Renville karena persetujuan itu tidak menjamin dengan tegas kelanjutan dan kedudukan Republik. Kabinet Amir yang hanya didukung oleh Syap Kiri tidak berhasil dipertahankan, dan pada tanggal 29 Januari 1948 Amir Sjarifuddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden. (Pakan, 2002:263)
Setela kabinet Amir Sjarifuddin jatuh, presiden menunjuk wakil Presiden Moh. Hatta untuk membentuk kabinet baru. Hatta berusaha membentuk kabinet dengan mengikutsetakan semua partai dalam kabinet untuk menggalang persatuan Nasional. Pada sayap kiri ditawarkannya tiga kursi tanpa portofolio. Akan tetapi sayap kiri menuntut empat kursi, termasuk jabatan menteri pertahanan. Namun hatta tidak bisa mengabulkannya sebab akan ditentang oleh masyumi. Sehingga pada akhirnya pada tanggal 31 Januari 1948 kabinet Hatta diumumkan dengan Hatta sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan. (Poeponegoro, 2008:232)
Amir Sjarifuddin yang tersingkir dari pemerintahan melancarkan oposisi terhadap kabinet Hatta. Ia membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang merupakan gabungan partai dan organisasi kiri, yaitu partai Sosialis (PS), Partai Komunis Indonesia (PKI), Pemuda Sosialis Indonesia (Persindo), Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), dan Barisan Tani Indonesia (BTI). FDR menuntut kabinet Hatta dibubarkan dan diganti dengan Kabinet Parlementer. Mereka juga menuntut persetujuan Renville yang di arsiteki oleh Amir Sjarifuddin untuk dibatalkan, perundingan dengan Belanda dihentikan, dan seluruh milik asing di nasionalisasikan tanpa ganti rugi. (2008:233).