Sejarah Tragedi Poso - Konflik Poso merupakan musibah demokrasi berlatar belakang konflik struktural yang menyeret anak-anak bangsa dan perberbeda agama dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite politik yang haus kekuasaan. Mereka menjual isu-isu demokrasi dan sentimen agama, sehingga masyarakat Poso yang dulu hidup rukun, damai, dan berdampingan "terpaksa" menjadi saling bermusuhan, bahkan dengan sanak suadara sendiri. Mereka saling bunuh dan bantai-membantai tanpa sadar bahwa mereka dikendalikan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab secara moral.
|
Sejarah Tragedi Poso |
A. Sejarah Terjadinya Tragedi Poso
Konflik Poso yang terjadi pada akhir tahun 1998 merupakan konflik agama yang terjadi ditengah berbagai perbedaan yang ada. Konflik Poso adalah serangkaian konflik yang berkelanjutan dan sangat sulit untuk menemui titiktemu yang tepat, karena konflik Poso merupakan konflik agama, suku, dan ras. Dimana dengan perbedaan yang begitu banyak sangat mudah terjadinya suatu konflik-konflik lain. Konflik Poso tertitik berat pada konflik agama, karena suku yang bertikai adalah suku-suku yang berbeda keyakinan. Mereka tidak memandang sanak saudaranya sendiri, hanya dengan dalih berbeda agama saudara tersebut bisa bertikai bahkan saling membunuh.
Konflik Poso diawali oleh pertikaian yang terjadi antara pemuda dan kebetulan mereka berbeda agama. Kemudian belalur-larut tanpa diselesaikan sehingga berkepanjangan dan melibatkan berbagai pihak dan mengacu kepada perbedaan yang terjadi. Berbagai kejadian yang tidak berpri kemanusiaan terjadi disini. Pembunuhan yang dilakukan secara tragis seperti dengan cara memenggal kelapa seseorang sangat sering terjadi, karena kepercayaan mereka terhadap budaya leluhur atau nenek moyang mereka sangat kental.
Konflik Poso terjadi hingga tiga kali sebelum terjadinya kesepakatan dalam Delkarasi Malino yang diselenggarakan pada akhir tahun 2001, namun fakta yang terjadi walaupun kesepakan telah tercapai konflik tetep berlanjut hingga tahun 2005.
B. Dampak dari Konflik Poso
Untuk mengetahui kondisi sebuah tempat dimana konflik terus berlangsung tentunya kita mengacu kepada kondisi masyarakat tersebut. Kerusuhan yang terjadi di Poso memberikan dampak sosial yang cukup besar jika di liat dari kerugian yang di akibatkan konflik tersebut. Selain kehilangan nyawa dan harta benda, secara psikologis bendampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu. Dampak psikologis tidak akan hilang dalam waktu yang singkat. Jika dilihat dari keseluruhan, kerusuhan Poso bukan suatu kerusuhan biasa, melainkan merupakan suatu tragedi kemanusiaan sebagai buah hasil perang sipil. Satu kerusuhan yang dilancarkan secara sepihak oleh kelompok merah, terhadap penduduk muslim kota Poso dan minoritas penduduk muslim di pedalaman kabupaten Poso yang tidak mengerti sama sekali dengan permasalahan yang muncul di kota Poso.
Dampak dari kerusuhan Poso dapat di bedakan dalam beberapa segi :
1. Dampak dari segi Budaya, diantaranya:
· Dianutnya kembali budaya “pengayau” dari masyarakat pedalaman (suku pamona dan suku mori).
Pengayau adalah tradisi kebudayaan leluhur atau nenek moyang mereka yang turun temurun dilaksanakan. Dimana kepala manusia merupakan sesaji utama yang mesti hadir, karena mereka beranggapan makin banyak tengkorak kepala yang mereka dapat maka akan memberikan tambahan semangat jiwa dari sebelumnya, sehingga bisa mendatangkan keberkatan dan kemakmuran bagi dirinya juga seluruh kampung. Berawal dari sisnilah kebiasaan mengayau kepala tersebut terus terjadi secara turun tamurun antar suku disamping karena motivasi diatas adanya perluasan wilayah kakuasaan, urusan ekonomi dan lain sebagainya menjadikan salah satu alasan terjadinya perang antar suku yang berakhir pada pengayauan atau pemenggalan kepala.
Dimana kepala hasil perburuan tersebut dijadiakan sebagai persembahan dan pengorbanan.
· Dilanggarnya ajaran agama dari kedua kelompok yang bertikai dalam mencapai tujuan politiknya.
· Runtuhnya nilai – nilai kesepakatan bersama sintuwu maroso yang menjadi bingkai dalam hubungan sosial masyarakat Poso yang pluralis.
2. Dampak hukum sosial yang terjadi, diantaranya:
· Terjadinya disintegrasi dalam masyarakat Poso ke dalam dua kelompok yaitu kelompok merah dan kelompok putih.
· Tidak dapat di pertahankan nilai- nilai kemanusiaan akibat terjadi kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan dan penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan seksual.
· Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hulum di masyarakat kabupaten Poso.
· Muculnya perasaan dendam dari korban – korban kerusuhan terhadap pelaku kerusuhan.
3. Dampak politik sosial yang terjadi, diantaranya:
· Terhentinya roda pemerintahan.
· Jatuhnya kewibawaan pemerintah daerah terhadap masyarakat.
· Hilangnya sikap demokratis dan penghormatan terhadap perbedaan pendapat masing– masing kelompok kepentingan.
· Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok kepentingan dalam pencapaian tujuannya.
4. Dampak Ekonomi sosial yang terjadi, diantaranya:
· Lepas dan hilangnya faktor sumber produksi ekonomi masyarakat seperti; sawah, tanaman kebun, mesin gilingan padi, traktor tangan, rumah makan, hotel dan lain sebagainya.
· Eksodus besar – besaran penduduk muslim Poso.
· Munculnya pengangguran dan kelangkaankesempatan kerja.
C. Solusi dari konflik di Poso
Deklarasi Malino yang diselenggarakan pada tanggal 20 Desember 2001 merupakan salah satu contoh dimana solusi untuk konflik Poso sempat menenmukan titik terang, namun deklarasi itu tidak bertahan lama untuk mendamaikan kedua belah pihak yang sedang berseteru karena pemikiran-pemikiran dan anggapan-anggapan masih mengacu kepada perseteruan yang sudah lama berseteru.
Inti dari isi dari deklarasi itu tidak lain untuk menghentikan segala bentuk pertikaian antara mereka. Terdapat 10 poin yang menjadi isi dari deklarasi tersebut, diantaranya;
1. Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.
2. Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian
3. sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar.
4. Meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.
5. Untuk menjaga terciptanya suasana damai menolak memberlakukan keadaan
6. darurat sipil serta campur tangan pihak asing.
7. Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan
8. menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain demi
9. terciptanya kerukunan hidup bersama.
10. Tanah Poso adalah bagian integral dari Indonesia. Karena itu, setiap
11. warga negara memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai dan
12. menghormati adat istiadat setempat.
13. Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan ke pemiliknya yang sah
14. sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
15. Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing.
16. Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi
17. secara menyeluruh.
18. Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling
19. menghormati dan menaati segala aturan yang telah disetujui baik dalam bentuk
20. UU maupun dalam peraturan pemerintah dan ketentuan lainnya.
Konflik yang berkelanjutan ini haruslah menjadi tanggung jawab kita semua sebagai warga negara Indonesia terutama peran pemerintah untuk mencari jalan keluar atau solusi yang terbaik. Upaya yang harus dilakukan dalam hal ini adalah;
Menghentikan semua pertikaian yang terjadi untuk membuka permulaan hidup yang baru tentunya dengan lebih baik, baik melalui jalur hukum ataupun kekeluagaan demi tercapainya titik temu perdamaian.
Terus mencoba merundingkan kembali pemimpin dari kedua belah pihak yang berseteru unuk menemukan sebuah jalan keluar yang baik tanpa merugikan pihak manapun.
Diplomasi perdamaian Malino dalam penyelesaian konflik di Poso dan Maluku.
Terus memberikan penyuluhan berupa pendidikan tentang perbedaan.